Kisah WNI Penderita Kanker Berjuang dan Bertahan di Australia
- abc
"Mungkin kalau orang dewasa sudah bisa respon atau berbicara dengan baik," kata dia.
"Kalau anak-anak kan tidak tahu apa yang terjadi, jadi kita harus kuat istilahnya walaupun [dalam hati] rasanya ingin menangis."
"Tapi kita tidak boleh menangis di depan dia." tambahnya lagi.
Beruntung ada di Australia
Ratna mengatakan bahwa banyaknya "support system" keluarga akan membantu meredakan depresinya seandainya menjalani pengobatan di Indonesia.
"Istilahnya kakak dan adik kan semua ada di sana, walau depresi itu pasti ada, tapi pasti keadaan ini membantu sekali, karena suasana akan beda sehari-harinya."
Foto Ratna (kanan) bersama ibunya, Sonja dua tahun sebelum Ratna didiagnosa kanker payudara di tahun 2008.
Supplied: Ratna Sari Tjiptorahardjo
Namun, Ratna merasa beruntung ada di Australia ketika didiagnosa kanker.
Keringanan biaya pengobatan dan penanganan dokter yang berbasis kerjasama menjadi nilai tambahan baginya.
"Tapi kalau soal biaya dan pengobatan, puji Tuhan saya mengalaminya di sini karena banyak ditanggung pemerintah," kata dia.
"Di sini [Australia], dokternya bekerjasama. Misalnya onkologi dengan ahli bedah, radiolog dan dokter umum punya data saya dan selalu berdiskusi [tentang pasien]."
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wika, yang mengatakan bahwa sistem kesehatan Australia lebih baik dari Indonesia.