Pengakuan Para WNI Terjerat dalam Perangkap Pengantin Pesanan China
- bbc
Setelah sembilan bulan di China, ia kabur dari rumah suaminya. Ia mengaku harus pulang karena anaknya yang saat itu masih balita sakit keras.
Selama di China Nurlela mengaku tidak pernah mendapat kekerasan. Ia berkata memiliki `kehidupan yang cukup` walau suaminya di China bekerja sebagai tukang bangunan.
Saya sebenarnya ingin ke sana lagi. Di sana sama saja seperti di Indonesia, perbedaannya cuma bahasa dan makanan. Baik buruk orang tergantung kita. Di Indonesia juga banyak yang jahat, banyak yang baik.
Apakah menikah dengan orang China bakal lebih sejahtera? Enggak juga. Di kampung halaman saya banyak dibohongi, banyak orang miskin. Di sana tidak semua orang kaya, banyak juga yang miskin.
Tapi saya putuskan tidak ke China lagi, kasihan orang tua saya. Di kampung saya juga bagus, apalagi ada kebun sawit dan karet. Di kampung saya juga tidak sebegitu susah, apalagi kalau ada niat kerja, tidak malas-malasan.
Setelah pulang ke Kalimantan, jujur saya sempat membantu agen mencari perempuan untuk dinikahkan dengan laki-laki China. Saya kan dikasih uang bos.
Saya waktu itu belum tahu ini kejahatan. Setelah kakak sepupu saya berangkat, di China dia disiksa. Setelah kejadian itu saya tidak mau bantu agen lagi, saya takut.
Saya dulu pernah bilang ke dia, kalau mau ke China harus siap segala risiko. Harus atas keinginan sendiri. Biarpun orang kasih uang untuk menikah, kalau kita tidak mau, bagaimana mereka bisa memaksa?