Tingkat Hunian Jadi Indikator Pasar Properti
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Dinamika sektor properti yang dalam beberapa tahun belakangan diwarnai minimnya permintaan pasar, mulai menunjukkan peningkatan positif, yang ditandai dengan membaiknya tingkat hunian.
Sementara itu, tekanan terhadap harga dan sewa properti yang masih berlanjut dapat memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi pembeli maupun penyewa dalam bernegosiasi, sehingga diharapkan volume transaksi di pasar properti ke depannya terus meningkat.
Demikian rangkuman paparan survei properti di Jakarta dan sekitarnya, yang dikutip dari keterangan yang disampaikan Savills Indonesia, konsultan properti internasional yang berbasis di London (UK), Kamis 23 Januari 2020.
Director, Head of Research & Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus menegaskan bahwa fundamental pasar properti di Jakarta, tetap kuat, ditopang oleh prospek pertumbuhan ke depan yang lebih baik. “Aktivitas pasar yang melambat dalam beberapa tahun terakhir, terlihat mulai menunjukkan peningkatan, khususnya dari segi penyerapan (permintaan pasar) maupun tingkat hunian,” ujarnya.
Di sektor perkantoran, penyerapan di daerah segitiga emas CBD sepanjang 2019, meningkat tipis. Berdasarkan survei Savills, net take-up di daerah CBD mencapai sekitar 152 ribu meter persegi di tahun lalu, di mana penyerapan positif tersebut membuat tingkat hunian tetap stabil di kisaran 76 persen.
Sementara itu, di daerah non-CBD, penyerapan sepanjang 2019, mencapai sekitar 76.500 m2 dan dengan pasokan baru yang cukup signifikan tahun lalu, tingkat hunian perkantoran di daerah non-CBD menurun sedikit ke kisaran 75 persen,
Anton menambahkan, permintaan ruang kantor di Jakarta, belakangan ini didominasi oleh ekspansi perusahaan co-working space, perusahaan e-commerce dan tech companies. “Kebanyakan tenant-tenant baru di sektor ini memilih untuk membuka kantornya di gedung perkantoran baru yang memiliki lokasi strategis, namun dengan harga yang kompetitif,” jelasnya.
Senior Director dari Dept. Retail Services di Savills Indonesia, Rosaline Lie menyampaikan, kondisi serupa juga terjadi di sektor pusat perbelanjaan sewa, di mana penyerapan ruang ritel sepanjang 2019, melonjak cukup tinggi. “Total penyerapan di tahun 2019 mencapai sekitar 75.000 sqm dan tingkat hunian mal secara keseluruhan naik hampir mencapai 90 persen,” kata Ros.
Dia juga menambahkan bahwa sektor pusat perbelanjaan secara umum berpotensi menjadi lokomotif pendorong recovery dan pertumbuhan sektor properti, karena sektor ritel nasional sangat dinamis dan selalu menarik bagi investor dari dalam dan luar negeri, karena faktor konsumsi domestik yang dominan, pertumbuhan urban middle class dan tren gaya hidup modern.
“Dibandingkan kota-kota besar lain di wilayah Asia, perkembangan mal di Jakarta terbilang lambat, sehingga ruang pertumbuhannya masih terbuka cukup lebar mengingat faktor-faktor tersebut di atas,” tambahnya.
Sedangkan Managing Director Savills Indonesia, Jeffrey Hong mengatakan bahwa potensi pasar properti di Jakarta dan Indonesia pada umumnya boleh dikatakan masih sangat besar. Tetapi, kondisi perlambatan ekonomi yang mewarnai kegiatan bisnis belakangan sangat memengaruhi sentimen investor maupun pengembang yang ada
“Tak terkecuali juga pembeli atau enduser-nya. Akibatnya, volume transaksi pasar properti dalam 3-4 tahun terakhir menjadi terbatas dibandingkan periode-periode sebelumnya.”
Ke depannya, Jeffrey memperkirakan, sentimen pasar akan berangsur-angsur membaik, seiring perbaikan program ekonomi yang dijalankan pemerintah.
Dia menambahkan bahwa diperlukan konsensus dan keseriusan bersama seluruh stakeholder properti, baik pihak swasta dan pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan investor dan minat pembeli/user untuk menanamkan modalnya di sektor properti dalam negeri melalui inovasi produk, regulasi yang kondusif, serta kompetisi yang sehat untuk mewujudkan recovery pasar yang struktural dan berdampak signifikan bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat umum.