Investasi Vila Tak Kunjung Jadi, Puluhan Pembeli Rugi Rp15 Miliar

Investasi Vila Tak Kunjung Jadi, Puluhan Pembeli Rugi Rp15 Miliar.
Sumber :

VIVA – Puluhan orang pembeli vila di kawasan Pecatu, menuntut uang mereka dikembalikan. Total ada sebanyak 109 pembeli yang dari transaksi rencana pembangunan vila di sekitaran Dreamland, Pecatu. Namun, sebanyak 44 pembeli sudah menghimpun diri dan melaporkan kerugian yang mereka alami ke Polda Bali.

Dorong Inovasi Bisnis Perumahan, BTN Gelar Kompetisi Housingpreneur

44 pembeli itu tergabung dalam Paguyuban Siok Cinta Damai. Kuasa hukum mereka, Rahmat Ramadan Mahfoed menjelaskan, peristiwa ini bermula ketika pada Maret 2017, kliennya mendapat tawaran unutk investasi vila di areal seluas 61.200 meter persegi dengan perkavling seluas 48 meter persegi.

“Klien saya adalah pembeli atau user unit The Anaya Village Pecatu Bali. Semestinya, bulan Maret tahun 2018, pembangunan sudah selesai. Tetapi, begitu dicek belum ada tanda-tanda pembangunan,” kata Rahmat, saat memberi keterangan resmi di Hotel Anaya Sunset Road, Kuta, Kamis 23 Januari 2020.

Penjualan Properti Merosot, 4 Faktor Ini Jadi Biang Keroknya

Saat itu, penggarap proyek ini adalah PT Anaya Graha Abadi yang bekerja sama dengan pemilik lahan bernama I Ketut Oka Paramanta. “Klien kami langsung menandatangani kerja sama dengan pemilik lahan dalam hal ini, I Ketut Oka Paramanta. Entah bagaimana ceritanya, I Ketut Oka Paramanta memutus kerja sama dengan PT Anaya Graha Abadi dan menunjuk perusahaan baru,” katanya.

Lantaran tak memiliki kejelasan, Rahmat menegaskan, puluhan klien mereka menuntut balik uang yang telah diinvestasikan. “Klien kami total kerugian senilai Rp15 miliar. Kalau keseluruhan korban (109 orang) total kerugian senilai Rp60 miliar,” ujarnya.

BI Catat Harga Properti Naik, Penjualan Merosot 7,14 Persen

Dari hasil penelusuran, ternyata sertifikat tanah di mana akan dibangun vila telah menjadi objek agunan kepada bank. “Sejak tahun 2014, sudah diagunkan di bank. Dalam PPJB, proses balik nama tidak bisa dilakukan. Maka proyek ini pun tak bisa jalan. Ada klausul di mana I Ketut Oka Paramanta akan mengembalikan uang buyer 100 persen jika sampai tahun 2019, belum diserahterimakan. Tapi sampai sekarang, kami kesulitan untuk menagih,” paparnya.

Rahmat mewakili kliennya akhirnya melaporkan I Ketut Oka Paramanta ke Polda Bali, dengan tuduhan pasal 378 KUHP, 374 KUHP dan 372 KUHP.

Dua orang perwakilan buyer, yakni Henky Dalimarta dan Chandrawati Prayitno mengaku masing-masing mengalami kerugian Rp750 juta dan Rp151 juta.

“Kami sudah datangi ke rumah I Ketut Oka Paramanta. Katanya diminta menghubungi developer baru, yakni PT Maha Karya Mitra Abadi. Saya bilang, tak ada hubungan dengan dia. Kami hanya ada hubungan dengan bapak. Dia jawab lagi, sudah saya serahkan kepada Polda Bali,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, I Ketut Oka Paramanta meminta awak media menghubungi pengacaranya. “Silakan langsung hubungi pengacara saya,” katanya, saat dihubungi melalui telepon selularnya.

Kuasa hukum I Ketut Oka Paramanta, I Wayan Adimawan menjelaskan, kliennya selaku pemilik lahan tidak pernah menerima uang pembelian vila dari konsumen.

Sebagai pemilik tanah, pengacara yang karib disapa Tang ini menyebut, kliennya hanya menerima pembayaran dari Lukas Patinasarany selaku Direktur PT Anaya Graha Abadi senilai Rp7,9 miliar sesuai perjanjian No 44 Tahun 2016 di hadapan Notaris I Wayan Setia Darmawan.

Bahkan, adanya Paguyuban Siok Cinta Damai terdiri 44 konsumen yang melaporkan kliennya disebut-sebut sejatinya digiring pengembang untuk berdalih menjatuhkan pemilik tanah. “Sah-sah saja melaporkan. Namun, terpenting harus mengetahui kronologis aliran dana konsumen kepada siapa,” papar Tang.

Dijelaskan Tang, penerimaan uang pembayaran dari konsumen selama ini dikaburkan. Sesungguhnya uang tersebut diterima PT Anaya Graha Abadi dan kwitansi yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Terkait harga nilai kapling dan pembayaran cicilan selama 15 tahun tanpa bunga disebutkan juga sistem ini dikeluarkan PT Anaya Graha ABadi.

"Klien saya faktanya tidak mengenal pembeli, tidak pernah menerima uang dari pembeli, tidak pernah menerbitkan surat pemesanan, dan tidak pernah membuat desain maupun marketing plan. Di samping itu selaku kuasa hukum, saya baru mendapat rilis dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, No: 18/PdT. G/2020/PN-Dps. Di mana salah satu pembeli vila melakukan gugatan secara perdata atas perjanjian perikatan jual beli di bawah tangan dan di obyek yang sama,” terang Adimawan.

Sementara itu, Direktur PT Anaya Graha Abadi, Lukas Lukas Patinasarany meminta waktu untuk memberikan penjelasan mengenai hal ini. “Saya akan menjelaskan secara rinci kronologi kasus ini. Nanti saya hubungi, agar semuanya bisa clear,” kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya