Perbudakan Remaja di Ladang Ganja Amat Mengerikan
- bbc
"[Tahun] 2019 adalah tahun yang brutal untuk kebebasan dasar di Vietnam," kata direktur Human Rights Watch Asia, Brad Adams. "Pemerintah Vietnam mengklaim bahwa warganya menikmati kebebasan berekspresi, namun `kebebasan` ini hilang ketika digunakan untuk menyerukan demokrasi atau mengkritik Partai Komunis yang berkuasa."
Chinh ditangkap karena keluarganya merupakan anggota komunitas Budhis Hoa Hao di Vietnam. Agama tersebut diakui oleh pemerintah tapi ada banyak kelompok yang tidak mengikuti cabang yang diizinkan negara, ini dipantau dan ditekan dengan paksa oleh otoritas.
Hal serupa dialami kelompok agama lain yang tidak disetujui. Human Rights Watch mengatakan para pengikut kelompok ini ditahan, diinterogasi, disiksa, dipaksa melepas keyakinan mereka dan ditahan "demi kepentingan nasional".
Chinh tinggal di Hai Duong, sebuah kota di Vietnam utara. Mimpinya, bersama jutaan remaja laki-laki dan perempuan lain, adalah menjadi pemain sepak bola, dan ia mengidolakan bintang sepak bola Portugal, Cristiano Ronaldo. Tapi ia juga senang bekerja di kios perlengkapan rumah tangga milik ibunya, saat sedang tidak sekolah. Ia sangat dekat dengan ibunya, dan kakeknya yang tinggal bersama mereka.
- BBC
Pada 2018, Chinh mengikuti demonstrasi bersama kakeknya. Ia ingat merasa gugup pada pagi hari itu, dan 100 orang yang mengibarkan bendera di udara sambil berteriak-teriak, menuntut kebebasan beragama dan pelepasan tawanan politik.
Setelah hari itu, hidup Chinh dilanda kesusahan. "Saya selalu sulit berbicara tentang hari itu," ujarnya. Kakek Chinh ditangkap dan dijebloskan ke penjara, tempat ia meninggal dunia tak lama kemudian. "Ketika kami mengunjunginya, ia kelihatan sangat lemah," kata Chinh.
Menurut Amnesty International, para aktivis yang dipenjara berada dalam bahaya disiksa dan perlakuan buruk lainnya. Penjara Vietnam dilaporkan tidak bersih, dengan para narapidana tidak diberi akses ke perawatan medis, air bersih, dan udara segar.
Perlakuan yang diterima kakeknya mendorong Chinh untuk terus berunjuk rasa tapi pada awal 2019, ia juga ditangkap, karena mendistribusikan pamflet. Ia ditahan di sebuah sel yang kecil nan sempit selama 10 jam dan ditanyai sendirian. Imannya membantunya melalui semua itu, ujarnya.
"Tentu saja, saya takut. Polisi mendatangi sel dan menanyai saya tentang keluarga saya dan kenapa saya bisa punya tulisan-tulisan anti-pemerintah. Mereka berteriak kepada saya kalau saya tidak menjawab. Saya sangat takut mereka memukul saya."
Di pengadilan, ia tidak dibolehkan untuk membela diri, dinyatakan bersalah, dan diberi tahu bahwa hukumannya akan dimulai setelah ia berusia 18 tahun. Ibunya kemudian mengumpulkan uang demi membayar seorang agen untuk menyelundupkannya ke Inggris.
"Kata-kata terakhir ibu saya adalah, `Pergilah, Nak, cari orang yang bisa menolong kamu, dan jangan kembali.`"
Di bandara, perempuan itu menyerahkannya kepada dua agen, yang menahan paspornya. "Kami menumpang banyak penerbangan dan tinggal di rumah orang hingga tiba di Prancis," kata Chinh. Ia tidak tahu sama sekali negara-negara apa yang ia lalui, kecuali Malaysia dan Yunani.
- BBC