Kejatuhan Dewa Otomotif Charles Ghosn Harus Melarikan Diri Dalam Koper
- bbc
Carlos dan Carole Ghosn di Beirut. - Reuters
Apa sebetulnya yang terjadi?
Di masa jayanya, Ghosn adalah raksasa industri otomotif.
Di Prancis ia dikenal sebagai eksekutif kejam dijuluki "Le Cost Killer" yang membenahi Renault tahun 1990-an.
Di Jepang ia dikenal sebagai orang asing yang diterjunkan untuk menyelamatkan Nissan, dan ini membuatnya jadi pesohor tingkat nasional di negeri itu.
Di kedua perusahaan raksasa otomotif itu ia menyingkirkan kepentingan pribadi, menutup pabrik dan memangkas pegawai untuk mengejar pertumbuhan dan keuntungan jangka panjang.
Grafik kepemilikan Renault, Nissan dan Mitsubishi. - BBC
Kedua perusahaan sudah terhubung tahun 1999, dan tahun 2016 Mitsubishi bergabung.
Di tahun 2017, ketiganya memproduksi 10 juta kendaraan per tahun. Namun masalah mulai muncul.
Tahun 2015, Pemerintah Prancis menggandakan saham mereka di Renault, yang ikut memiliki Nissan, dan ini masalah bagi eksekutif di markas Nissan di Yokohama, Jepang karena keputusan yang dibuat di Prancis mempengaruhi mereka.
Tahun 2018, Paris memberi mandat kepada Ghosn untuk memperkuat posisi Renault dengan membuat perusahaan pemegang saham tunggal, Alliance, yang mengendalikan kedua pabrikan ini, sekalipun bisnis mereka masih terpisah.
Ada juga rencana membawa perusahaan otomotif Italia-Amerika Fiat Chrysler untuk membuat mereka jadi yang terunggul secara global.
Rencana ini mendatangkan ketidaknyamanan di Jepang bagi Presiden Direktur Nissan ketika itu, Hiroto Saikawa yang sejak semula tak suka dengan berkurangnya otoritas dan otonomi mereka.
Markas Nissan di Yokohama, Jepang. - AFP
Meningkatnya posisi Renault dipandang akan membuat Nissan jadi cabang kepentingan kelompok internasional semata dan memangkas identitas Jepang mereka.