Strategi Pacu Industri Manufaktur Berdaya Saing Global

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita
Sumber :
  • Kemenperin

VIVA – Kinerja industri pengolahan nonmigas optimistis masih dalam fase ekspansi pada triwulan I-2020. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah strategis guna memacu sektor manufaktur agar lebih berdaya saing global.

80 Tahun di Industri Manufaktur, BNBR Siap Rambah 3 Bisnis Baru Ini

"Contoh upayanya adalah menjaga ketersediaan bahan baku untuk keberlangsungan produktivitas, seperti gas industri," kata  Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 14 Januari 2020. 

Apabila gas industri tersebut tersedia dan didukung dengan harga yang kompetitif, Agus meyakini industri akan bisa terbang tinggi. Dia juga menyebutkan, komoditas lainnya seperti garam dan gula masih banyak dibutuhkan oleh pelaku industri di dalam negeri. 

Kadin Tegaskan Kebijakan Pengupahan Harus Berorientasi pada Pertumbuhan Ekonomi

"Jadi, kebutuhan industri terhadap komoditas itu sebagai bahan baku memang nyata. Kalau terjamin pasokannya, tentu dapat meningkatkan utilitas,” ujarnya.

Selama ini, Kemenperin terus mendorong peningkatkan kualitas produksi garam dan gula sesuai standar kebutuhan sektor industri. Dengan begitu, Indonesia tidak perlu lagi impor untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri tersebut. 

Tertinggal dari Negara Tetangga, Sri Mulyani Sebut Sektor Manufaktur RI Memprihatinkan

Agus menyampaikan, kinerja industri manufaktur di dalam negeri turut dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang mengalami tekanan. "Memang itu bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi yang tengah dihadapi Indonesia ataupun global,” ungkapnya.

Menperin menambahkan, pemerintah sedang mengajukan dua rancangan omnibus law ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu yang terkait penciptaan lapangan kerja dan perpajakan. Rancangan omnibus law itu ditujukan untuk memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing nasional. 

"Langkah ini dibutuhkan khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global," tuturnya.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), ekspansi industri pengolahan diprediksi lebih tinggi pada kuartal I-2020. Hal ini terindikasi dari Prompt Manufacturing Index (PMI) yang diproyeksi oleh BI pada kuartal I-2020, akan meningkat menjadi 52,73 persen dibanding capaian indeks pada kuartal IV-2019 sebesar 51,50 persen.

“Sudah ada harapan dengan PMI yang mulai rebound ke atas, walaupun rebound-nya harus kami dorong lagi ke yang lebih tinggi,” katanya.

Menurut Agus, pemerintah tetap memberikan perhatian serius terhadap pembangunan industri nasional. Misalnya, langkah-langkah untuk meningkatkan investasi di Indonesia, mulai dilakukan dan menjadi salah satu fokus pada paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintahan saat ini.

“Kita ketahui bahwa Bapak Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang sebagai seorang industrialis, sehingga beliau memiliki komitmen dalam mendorong sektor industri dan memahami kebutuhan pelaku industri. Untuk itu, kita perlu optimistis terhadap upaya memacu perekonomian nasional,” tuturnya.

Apalagi, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai inisiatif untuk percepatan pembangunan industri memasuki era industri 4.0, dengan sasaran utama menjadikan Indonesia sebagai 10 negara ekonomi terbesar dunia pada 2030.

“Ada tiga aspirasi utamanya, yaitu 10 persen kontribusi ekspor netto terhadap PDB, kemudian dua kali peningkatan produktivitas terhadap biaya, dan 2 persen pengeluaran litbang (R&D) terhadap PDB,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya