Menteri ESDM Pilih Opsi Kurangi Impor untuk Tekan Harga Gas
- VIVA/Dusep Malik
VIVA – Presiden Joko Widodo menyampaikan tiga opsi untuk menurunkan harga gas untuk industri. Permasalahan mahalnya harga gas ini diketahui membuat Jokowi geram dan sempat menyatakan ingin berkata kasar karena sejak 2016 tak kunjung turun.
Jokowi menawarkan tiga opsi untuk penurunan harga gas, di antaranya adalah penerimaan negara dari kontrak penyaluran gas dikurangi, pemberlakuan kewajiban penyaluran gas dalam negeri atau domestic market obligation dan impor gas dari luar negeri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, dari tiga opsi tersebut, pihaknya mengambil poin satu dan dua untuk dievaluasi. Kedua poin ini dinilai bisa digabungkan, sehingga harga gas yang kompetitif bisa terwujud.
Di satu sisi, menurutnya, pengamanan kebutuhan dalam negeri melalui DMO gas penting untuk dilakukan, karena bisa menghambat impor. Dia menegaskan tak ingin adanya impor gas.
"Karena kalau impor kita akan menghadapi problem lain yaitu defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD), kalau CAD-nya meningkat terus maka akan sebabkan tekanan ke nilai tukar rupiah," kata Arifin di kantornya, Jakarta, Kamis 9 Januari 2020.
Ke depan, dia mengatakan, pihaknya akan melakukan pemetaan terlebih dahulu di mana saja sumber gas yang ada, berapa biaya yang perlu dikeluarkan, tata kelola niaga hingga unsur-unsur biaya yang bisa disesuaikan.
"Intinya adalah keuntungan yang wajar untuk pengusaha, dan Pemerintah bisa dapat gas yang kompetitif, sehingga bisa mendorong produksi industri nasional," ucap dia.
Menurutnya, dengan harga gas yang murah, industri nasional akan bisa lebih efisien, sehingga bisa mampu bersaing dengan industri luar negeri.
"Tentu saja sasarannya untuk dorong dan meningkatkan ekspor supaya bisa memperoleh devisa. Tahap satu (evaluasi harga gas) kita kejar sehingga bisa terlaksana di akhir maret 2020," ucapnya.