Gas Industri Mahal, Jokowi: Saya Mau Ngomong Kasar tapi Enggak Jadi
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait ketersediaan gas untuk industri di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 6 Januari 2020. Rapat ini dihadiri menteri sektor terkait, termasuk dari kalangan badan usaha.Â
Jokowi menegaskan, perihal harga gas yang mahal ini sudah berkali-kali dibahas di tingkat rapat terbatas.
"Tetapi, sampai detik ini kita belum bisa menyelesaikan mengenai harga gas kita yang mahal," kata Jokowi.
Kepala Negara mengatakan, gas bukan semata-mata hanya sebagai komoditas. Namun, melainkan juga sebagai modal pembangunan yang memeperkuat industri di Indonesia.
Dia pun meminta laporan mengenai pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, khususnya untuk tujuh bidang industri yang telah ditetapkan. Dari sisi pengguna gas, Jokowi menegaskan bahwa harga gas perlu diturunkan.
"Saya tadi mau ngomong yang kasar, tetapi enggak jadi," ujar diaÂ
Jokowi melanjutkan, ada enam sektor industri yang menggunakan 80 persen volume gas industri di Indonesia. Yaitu, pembangkit listrik, industri kimia, industri makanan, industri keramik, industri baja, industri pupuk hingga industri gelas.
"Artinya, ketika porsi gas sangat besar pada struktur biaya produksi, maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. Kita kalah terus produk-produk kita, gara-gara harga gas yang mahal," ujarnya.Â
Karena itu, dia meminta soal harga gas ini agar dihitung dan dikalkulasi supaya lebih kompetitif. Dia meminta, semua pihak melihat betul apa penyebab tingginya harga mulai dari hulu, biaya penyaluran atau transmisi, hingga Infrastruktur yang belum terintegrasi.
"Dan, sampai di hilir di tingkat distributor," kata dia.
Tiga Solusi
Jokowi menyampaikan, tiga solusi penurunan harga gas untuk industri. Dia mengaku geram permasalahan mahalnya harga gas untuk industri tak kunjung selesai sejak diterbitkannya Peraturan Presiden pada tahun 2016.
Dia pun menjabarkan ketiga solusi tersebut. Pertama, Jokowi menyebut Pemerintah rela jatah penerimaan negara sebesar US$2,2 per MMBTU dalam kontrak dikurangi atau bahkan ini dihilangkan.
"Ini bisa lebih murah. Tapi nanti, tanya ke menkeu juga," kata Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 6 Januari 2020.
Kedua, Kepala Negara ingin adanya pemberlakuan Domestic Market Obligation (DMO) atau kewajiban penyaluran gas untuk dalam negeri yang diserahkan kepada industri. Ketiga, adalah dibebaskannya impor gas dari luar negeri dengan harga murah untuk industri.
"Ini sudah sejak 2016, enggak beres-beres. Saya harus cari terobosan ya, tiga Itu pilihannya. Kalau tidak segera diputuskan, ya akan gini terus. Pilihannya kan hanya dua, melindungi industri atau melindungi pemain gas," kata dia.
Ditemui terpisah usai rapat terbatas, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menuturkan bahwa tiga solusi ini akan diselesaikan selama tiga bulan atau pada kuartal I 2020.
"Bebas pajak itu nanti dengan bu Menkeu ya. Nanti dalam kuartal ini akan kita coba selesaikan," kata dia. (asp)