Tingkatkan Daya Saing, Menperin Bakal Tekan Harga Gas Industri
- Dokumentasi Kementerian Perindustrian.
VIVA – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku, pihaknya masih terus memfokuskan diri guna melakukan upaya menurunkan harga gas bagi kebutuhan industri.
Dia menjelaskan, jaringan gas industri dipasok tunggal oleh PGN, dan memegang peranan penting bagi proyeksi pertumbuhan industri manufaktur, seperti industri kaca dan keramik. Biaya bahan bakar gas memakan hampir 30 persen dari total keseluruhan ongkos produksinya.
"Isu itu soal kelangkaan, kurangnya bahan baku, serta mahalnya bahan baku, termasuk bahan baku gas," kata Agus di kantornya, kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin 6 Januari 2020.
Agus memastikan, isu harga gas industri itu akan dibawanya ke dalam rapat terbatas, yang digelar bersama Presiden Joko Widodo hari ini.
Dia mengaku akan berupaya agar setidaknya harga gas bagi industri bisa disesuaikan, atau bahkan bisa lebih rendah, dari amanat dalam Perpres Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi sebesar US$6 per MMBTU.
"Karena salah satu kunci agar sektor industri bisa melaju dan terbang tinggi, adalah memastikan ketersediaan pasokan dan harga gas bagi industri tersebut," ujar Agus.
Masalah lain diakui Agus adalah belum meratanya harga gas industri di seluruh wilayah Indonesia, yang juga menjadi kendala bagi kemajuan investasi di sektor industri.
Hal itu dapat dilihat dari harga gas industri di Medan yang mencapai US$13 per MMBTU, sementara di Jawa hanya US$7 per MMBTU.
"Mestinya harga gas di masing-masing sektor industri itu memang punya harga ideal, agar industri-industri itu punya daya saing yang kuat," kata Agus.
"Rata-rata kalau harga gas setidaknya bisa US$6, saya kira industri Indonesia punya daya saing yang cukup dibandingkan dengan industri yang ada di kawasan," ujarnya.
Diketahui, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) pada 2015 menyatakan, pendapatan negara bisa meningkat meskipun dengan melakukan penurunan harga gas untuk industri. Pajak yang diterima dari pertumbuhan investasi dan industri itu diprediksi bisa bertingkat ke sektor produk turunan.
Dalam sebuah simulasi, penurunan harga gas sebesar US$1, diperkirakan akan membuat negara untung dari peningkatan industri sebesar Rp20-25 triliun. Kemudian, saat harga gas diturunkan antara US$2 sampai US$3, maka keuntungan negara bisa mencapai Rp20-40 triliun.