Beberkan Masalah Sektor Industri, Begini Solusi dari Agus Gumiwang

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sumber :
  • Dokumentasi Kementerian Perindustrian.

VIVA – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, membeberkan sejumlah permasalah di sektor industri nasional, yang dihadapi oleh pihaknya saat ini.

Jembatani Industri dan Digitalisasi, Kemenperin Dorong Startup Genjot Inovasi

Salah satunya adalah masalah kekurangan bahan baku, seperti misalnya kondensat, gas, naphta dan biji besi, serta kekurangan bahan penolong semacam katalis, scrap, kertas bekas, dan nitrogen.

"Maka perlu membangun industri kimia dasar dan logam dasar, seperti pengembangan refinery, CAPC, TPPI, dan Morowali," kata Agus di kantornya, kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin 6 Januari 2020.

Dongkrak Daya Saing Produk Lokal, Pelaku Industri Bakal Kumpul di Manufacturing Indonesia 2024

Masalah selanjutnya adalah kurangnya aspek infrastruktur, seperti misalnya pelabuhan, jalan, dan kawasan industri. Sehingga, pembangunan infrastruktur dan kawasan industri menurutnya adalah hal yang mutlak diperlukan.

Ketiga, Agus mengakui bahwa terdapat kekurangan aspek utilitas, seperti misalnya soal listrik, air, gas, dan pengolahan limbah. Sehingga, diperlukan pengembangan kawasan industri terintegrasi, yang dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah yang kompeten.

Sinyal Insentif Mobil Hybrid dari Pemerintah Bakal Meluncur Awal 2025

Selanjutnya, kekurangan tenaga ahli skill dan supervisor, serta superintendant atau tenaga pengawas, harus diatasi dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga ahli, serta tenaga kerja industri melalui program link and match.

Masalah kelima, lanjut Agus, adalah adanya tekanan dari produk-produk impor. Hal itu menurutnya juga harus mendapat perlindungan dari aspek dalam negeri, seperti terkait safeguard, tarif dan non tarif, dan SNI. 

"Namun hal itu tentunya juga harus tetap memudahkan investasi dan transfer teknologi," ujar Agus.

Masalah keenam, lanjut Agus, adalah terkait soal limbah industri (slag) sebagai limbah B3, serta spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas dan baja bekas (scrap) yang dinilai menyulitkan industri. 

Penyelesaiannya menurut Agus adalah melalui koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, guna menetapkan slag agar dapat dipergunakan sebagai bahan pengeras jalan.

Agus menambahkan, spesifikasi kertas bekas dan scrap ini tentunya juga harus mengikuti standar internasional yang berlaku, diikuti dengan pengembangan recycle industri yang mengarah ke zero waste.

"Ketujuh, adalah permasalahan industri kecil menengah (IKM) terkait soal pembiayaan, bahan baku dan penolong, mesin atau peralatan IKM, serta pemasaran," kata Agus.

"Solusinya adalah melalui peningkatan penyaluran KUR, pendirian material center sebagai supplier bahan baku, restrukturisasi mesin atau peralatan IKM, program e-Smart IKM, serta bimbingan dan fasilitasi ekspor," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya