Jenderalnya Dibunuh AS, Iran Tak Lagi Patuhi Kesepakatan Nuklir
- bbc
Iran senantiasa berkeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai—namun kecurigaan bahwa program nuklir Iran diam-diam dipakai untuk mengembangkan bom membuat Dewan Keamanan PBB, AS, dan Uni Eropa menerapkan berbagai sanksi yang melumpuhkan ekonomi pada 2010 silam.
Kesepakatan pada 2015 dirancang agar program nuklir tersebut dipastikan dapat dikekang dengan pencabutan sanksi-sanksi sebagai timbal balik.
Melalui kesepakatan 2015, pengayaan uranium Iran – yang dipakai sebagai bahan bakar reaktor tapi juga dapat dipakai sebagai senjata nuklir – dibatasi hingga 3,67%.
Iran juga diharuskan merancang ulang reaktor air berat karena sisa-sisa bahan bakar yang digunakan mengandung plutonium – bahan pembuat bom. Iran juga wajib membolehkan reaktor itu diperiksa para pengawas internasional.
Sebelum Juli 2015, Iran punya pasokan uranium yang telah diperkaya dalam jumlah besar dan hampir 20.000 mesim pemutar – cukup untuk menciptakan delapan sampai 10 bom, menurut Gedung Putih saat itu.
Kala itu, para pakar AS memperkirakan jika Iran memutuskan untuk segera membuat bom, maka negara itu memerlukan dua-tiga bulan sampai punya stok uranium yang telah diperkaya 90% dalam jumlah memadai untuk membuat senjata nuklir. Periode itu diiistilahkan `breakout time`.
`Breakout time` Iran saat ini, kalau negara itu berupaya membuat sebuah bom nuklir, diperkirakan sekitar satu tahun. Tapi masa ini bisa diperpendek hingga setengah tahun atau beberapa bulan jika taraf pengayaan ditingkatkan 20%, misalnya.