Mengenal Produk Tembakau Alternatif yang Disebut Lebih Aman dari Rokok
- dok. pixabay
VIVA – Produk tembakau yang dipanaskan (Heated tobacco product) adalah salah satu jenis dari produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Karena itu tarif cukai yang dikenakan seharusnya berbanding lurus dengan risikonya.
Pendiri Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia, Achmad Syawqie menyatakan, Indonesia menempati urutan ketiga untuk jumlah perokok tertinggi di dunia. Artinya, satu dari lima orang di Indonesia adalah perokok.
Sementara itu menurutnya, produk tersebut jika digunakan secara tepat dapat membantu mengurangi masalah rokok di Indonesia. Namun, informasi yang akurat yang masih minim diketahui oleh perokok dewasa, produk itu belum masif digunakan.
“Kalau dulu kebutuhan nikotin hanya didapati melalui rokok, sekarang ada cara lain untuk memperoleh kebutuhan nikotin dengan risiko yang lebih rendah yaitu melalui produk tembakau yang dipanaskan,” kata Achmad dikutip dari keterangannya, Selasa 24 Desember 2019.
Dia menjelaskan, produk tembakau yang dipanaskan memiliki kadar zat kimia yang lebih rendah daripada rokok. Karena dalam penggunannya tidak terjadi proses pembakaran, melainkan pemanasan.
Ketika dipanaskan, produk tersebut menghasilkan uap, bukan asap, yang mengandung nikotin. Karena tidak ada proses pembakaran, produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR, zat karsinogen yang memicu kanker atau tumor ganas, dan karbon monoksida.
Hal ini diperkuat dengan hasil kajian ilmiah yang dilakukan American University of Beirut (2018). Hasil kajian ilmiah itu menyimpulkan, produk tembakau yang dipanaskan dan rokok menghasilkan nikotin dalam jumlah total yang sama.
Namun produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) sebesar 85 persen dan senyawa karbon (Carbonyl Compound) sebesar 77 persen lebih rendah dari kadar yang dihasilkan oleh rokok.
“Pemerintah seharusnya mensosialisasikan hasil-hasil kajian ilmiah dan informasi yang akurat mengenai produk tersebut kepada perokok dewasa, sehingga perokok dewasa memiliki pilihan untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko daripada terus merokok,” jelas Syawqie.
Syawqie pun mendorong, pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah yang mendalam terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, Indonesia masih minim kajian ilmiah.
Dalam melakukan kajian ilmiah, pemerintah dapat menggandeng akademisi, regulator, dan pelaku usaha. Nantinya, hasil dari kajian ilmiah tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau yang dipanaskan.
“Adanya kajian ilmiah yang komprehensif akan memberikan kebenaran kepada publik, terutama perokok dewasa, mengenai potensi manfaat dari produk tembakau yang dipanaskan,” tutupnya.
Seperti diketahui, produk tembakau yang dipanaskan atau tembakau alternatif ini dikenakan tarif cukai tertinggi. Sesuai dengan Undang-undang Cukai, produk tersebut dikenakan tarif sebesar 57 persen.
Besaran tarif tersebut pun dinilai tidak proporsional dengan risiko produk tersebut, yang risikonya untuk kesehatan lebih rendah dibanding rokok.