ADB Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia, Indonesia Tetap Stabil

Ilustrasi kegiatan ekspor.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Asian Development Bank (ADB) menurunkan prakiraan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia yang sedang berkembang untuk tahun ini dan tahun depan seiring merosotnya pertumbuhan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India karena dibebani sejumlah faktor eksternal dan domestik.

Bursa Asia Kokoh Terkerek Penguatan Wall Street, Investor Pantau Laporan Perdagangan China dan India

Meski begitu, untuk Indonesia sendiri, ADB mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen pada tahun ini dan 5,2 persen pada 2020. Hal itu tercantum dalam laporan tambahan untuk Asian Development Outlook 2019 update.

Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, ADB kini memperkirakan produk domestik bruto (PDB) di kawasan Asia hanya akan tumbuh 5,2 persen, baik pada 2019 maupun 2020, turun dari prakiraan September sebesar 5,4 persen untuk tahun ini dan 5,5 persen tahun depan.

Bursa Asia Loyo Sejalan Penurunan Indeks Saham Utama di Wall Street

Kata dia, meskipun tingkat pertumbuhan di kawasan Asia yang sedang berkembang masih terbilang solid, ketegangan perdagangan yang terus berlangsung, menyulitkan kawasan tersebut dan masih menjadi risiko terbesar terhadap proyeksi ekonomi dalam jangka yang lebih panjang. 

"Investasi domestik juga melemah di banyak negara seiring menurunnya sentimen bisnis,” kata dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 11 Desember 2019.

Ekspor RI Juli 2024 Naik 6,55% ke US$22,21 Miliar, Ditopang Sektor Non Migas

Di sisi lain, lanjut dia, inflasi bergerak naik akibat harga pangan yang lebih tinggi, apalagi demam babi afrika (african swine fever) telah menjadikan harga babi naik drastis. Karenanya, inflasi diperkirakan sebesar 2,8 persen pada 2019 dan 3,1 persen pada 2020, naik dari prediksi September bahwa harga-harga akan naik 2,7 persen pada tahun ini dan tahun depan.

Secara spesifik, dia mengatakan, kawasan Asia Tenggara, banyak negara yang masih mengalami penurunan ekspor dan pelemahan investasi, dan proyeksi pertumbuhan untuk Singapura dan Thailand telah diturunkan. Sedangkan Indonesia, tetap dipertahankan.

Untuk Asia Timur, pertumbuhan di RRT kini diperkirakan sebesar 6,1 persen untuk tahun ini dan 5,8 persen untuk tahun depan. Akibat ketegangan perdagangan dan perlambatan aktivitas global, disertai pula dengan melemahnya permintaan domestik. Terutama belanja rumah tangga, akibat harga daging babi yang sudah berlipat ganda dibandingkan dengan harga setahun lalu.

Di Asia Selatan, pertumbuhan India diperkiakan hanya akan sebesar 5,1 persen pada 2019 seiring kejatuhan sebuah perusahaan besar di bidang pembiayaan non bank pada 2018 yang menimbulkan penghindaran risiko di sektor keuangan dan kredit yang semakin ketat. 2020 akan naik ke 6,5 persen.

Asia Tengah dikatakannya adalah satu-satunya sub kawasan yang prospeknya tampak lebih cerah sekarang daripada di bulan September. Terutama berkat peningkatan pengeluaran pemerintah di Kazakhstan, perekonomian terbesar di kawasan ini. 

"Asia Tengah kini diperkirakan akan tumbuh 4,6 persen pada 2019, naik dari prediksi sebelum yang tumbuh sebesar 4,4 persen. Perkiraan pertumbuhan untuk 2020 adalah sebesar 4,5 persen," tuturnya.

Ekspor-Impor

BI: Surplus Neraca Perdagangan Topang Ketahanan Eksternal Perekonomian

Bank Indonesia (BI) menilai surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,26 miliar pada September 2024 dapat menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
16 Oktober 2024