Sambut Omnibus Law Perpajakan, Dirjen Pajak Putar Otak Cari Basis Baru

Sejumlah wajib pajak antre untuk melakukan pelaporan SPT Pajak Tahunan di Kantor KPP Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA –  Pemerintah sedang merampungkan Omnibus Law Perpajakan yang memberi insentif kepada dunia usaha mulai dari Pajak Penghasilan (PPh) hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini dilakukan untuk penguatan perekonomian pada tahun depan.

Evaluasi Pelaksanan Pemilu 2024, DPR Mau Bikin Omnibus Paket Politik

Menanggapi itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengaku 'memutar otak' untuk bisa menjaga pertumbuhan penerimaan pada tahun depan dan seterusnya. Dia mengakui insentif perpajakan, misalnya penurunan tarif PPh Badan yang akan memengaruhi penerimaan tahun depan.

"Dampaknya, kalau turun tarif pasti penerimaan turun kan. Sekarang kita mikir bagaimana kompensasinya, ya kita cari basis baru," kata Suryo di kantornya, Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

Beberapa kompensasi yang dia pikirkan di antaranya adalah perluasan basis pajak. Salah satunya adalah pengenaan pajak perdagangan elektronik atau e-commerce.

"Kemudian, encouragement untuk misalnya melakukan pembetulan sebelum kita melakukan pemeriksaan dengan besaran denda yang lebih rendah itu kan meng-encourage basis baru muncul juga sebetulnya," kata dia.

Working Memory Kasusnya Meningkat pada Anak, Kenali Sebab dan Solusinya

Untuk kalkulasi secara spesifik dia mengaku belum melakukan perhitungan. Namun, pencarian basis pajak baru adalah hal yang mutlak untuk dilakukan.

"Tahun 2020 akan kita jalankan itu. Jadi, paling tidak kita akan  mencoba untuk mendudukkan bahwa yang bayar pajak seharusnya lebih besar lagi. Satu sisi untuk jumlah orangnya, basisnya untuk masing-masing individual wajib pajak ya dengan cara pengawasan tadi, basis baru," kata dia.

Diketahui, ranah yang dijadikan Omnibus Law perpajakan adalah terkait Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Undang-Undang Pemerintah Daerah (Pemda) yang terpengaruh atau yang dipengaruhi oleh undang-undang ini. 

“Kelompok pertama adalah mengenai tarif pajak Badan. Kita akan menurunkan PPh untuk Badan dari 25 persen saat ini menjadi 22 persen dan 20 persen. 22 persen untuk periode 2021-2022 dan untuk periode 2023 akan turun menjadi 20 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat terbatas di kantor Presiden beberapa waktu lalu.

Pemerintah juga akan menurunkan pajak Badan yang melakukan go public dengan pengurangan tarif PPh 3 persen lagi di bawah tarif. Penurunan ini, lanjut Menkeu, terutama hanya untuk yang go public, baru selama 5 tahun sesudah mereka go public.

“Untuk yang mereka go public, PPh-nya akan turun dari 22 menjadi 19 dan yang go public nanti tahun 2023 mereka akan turun dari 20 persen menjadi 17 persen, karena turun 3 persen di bawah tarif,” jelas Sri Mulyani. 

Pemerintah, sambung Menkeu, juga akan membuat penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri. Menurut Menkeu, dividen yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) Badan maupun orang pribadi akan dibebaskan. Hal ini akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan-peraturan pemerintah di bawahnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya