Darurat Iklim, Uni Eropa Berharap pada Green Deal
- dw
Peringatan keras tentang lambatnya menangani kerusakan iklim didapat Ursula von der Leyen di minggu pertamanya sebagai Presiden Komisi Uni Eropa yang baru.
Sebagai pemimpin untuk lima tahun ke depan, salah satu tantangan utama von der Leyen adalah tanggapan dari negara-negara UE terhadap krisis iklim. Seruan dari sejumlah kelompok atas target penanggulangan lingkungan yang lebih ambisius pada tahun 2030 dan seterusnya membuat rancangan Kesepakatan Hijau Eropa yang akan dirilis pada Rabu mendatang (11/12) berada di bawah tekanan besar.
Pada April 2019, sebuah jajak pendapat yang dirilis oleh Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa dan YouGov menemukan bahwa hampir dua pertiga orang Eropa berpendapat "perubahan iklim adalah ancaman utama yang harus diprioritaskan daripada sebagian besar masalah lainnya." Menanggapi keprihatinan mereka dan tekanan dari ratusan juta orang yang turun ke jalan dalam satu tahun terakhir, anggota Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi pada 28 November lalu dan menyatakan "darurat iklim dan lingkungan".
Langkah ini akan memberikan tekanan tambahan pada pembuat kebijakan untuk mencapai target lingkungan yang diusulkan UE dan memastikan konsistensi dengan seluruh peraturan UE, dari perdagangan ke pertanian hingga transportasi.
Rancangan Green Deal Menuai Kritik
Langkah Parlemen Eropa mendukung penanganan darurat iklim dengan cara menyerukan Komisi UE "untuk memastikan bahwa semua proposal legislatif dan anggaran yang relevan sepenuhnya sejalan dengan tujuan membatasi pemanasan global hingga di bawah 1,5 derajat Celcius".
Beberapa ahli telah memperingatkan bahwa dunia saat ini tengah menuju peningkatan suhu lebih dari 3 derajat Celcius. Kelompok-kelompok lingkungan menyerukan UE untuk mengurangi emisi karbon dioksida setidaknya 65% pada tahun 2030, sementara target UE yang diharapkan dalam proposal antara 50-55%.
Ketua Komite Lingkungan, Pascal Canfin mengatakan anggota parlemen harus realistis. "Hari ini, jelas tidak ada mayoritas yang mendukung 65%," katanya kepada DW. "Kita perlu menyerang mayoritas, dan mayoritas di parlemen adalah untuk 55%."