Eksplorasi 14 Wilayah Kerja, Produksi Migas Medco 86 Ribu BOEPD
- Fikri Halim/VIVAnews.
VIVA – PT Medco E&P Indonesia atau Medco E&P mencatatkan produksi minyak dan gas bumi sebanyak 86 ribu barel setara minyak per hari (boepd). Capaian total ini diperoleh dari 14 wilayah kerja migas yang tersebar di seluruh Indonesia per 30 Juni 2019 atau di semester I 2019.
Vice President Relations & Security Medco E&P, Drajat Panjawi menuturkan, pihaknya akan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan total produksi. Seiring perusahaan migas swasta nasional ini sudah terintegrasinya operasi dengan Ophir, yang diakuisisi pada semester I tahun ini.
“Integrasi ini dapat menegaskan posisi Medco E&P sebagai perusahaan energi terkemuka di Asia Tenggara,” ujar Drajat di Jakarta, dikutip Minggu 1 Desember 2019.
Dia mengatakan, pihaknya bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus berupaya meningkatkan produksi. Hal itu dilakukan melalui berbagai aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di semua wilayah kerja.
Upaya ini, lanjut dia, merupakan komitmen Perusahaan dalam mendukung Pemerintah menjaga ketahanan energi nasional.
Sementara itu, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Wisnu Prabawa Taher mengatakan bahwa pihaknya juga mendukung transformasi di hulu migas. Pihaknya optimis dengan dukungan seluruh kontraktor, produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd) pada 2030 atau bisa tercapai dari produksi total saat ini yang baru mencapai sekitar 750 ribu bopd.
Dia mengatakan, ada empat strategi untuk mencapai target tersebut yang selalu digaungkan oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto. Yaitu, mempertahankan eksisting produksi, transformasi sumber daya menjadi produksi, menggencarkan teknik lanjutan pengeboran yaitu enhanced oil recovery serta terus melakukan eksplorasi.
"Eksplorasi penting, karena ketika kita menaikan produksi itu adalah melalui eksplorasi," ujarnya.
Selain itu, dia mengutarakan bahwa SKK Migas ke depan akan lebih lincah untuk melayani para mitra kerja atau para kontraktor migas.
"Karena kita tahu bisnis ini penuh risiko, perlu langkah efisiensi karena ke depan kita akan sulit mencapai lagi harga (minyak) 100 dolar per barel," katanya.