Rahasia Kelam di Balik Rumah Tahanan para Imigran di Jepang
- dw
Kementerian Kehakiman Jepang memiliki strategi baru dalam menghadapi para pemogok makan setelah seseorang asal Nigeria mati kelaparan pada akhir Juni. Ia telah dipenjara selama 3,5 tahun di pusat deportasi Omura. Rupanya, pria itu meninggal karena tidak dicekoki makanan akibat kurangnya tenaga medis. Pada awal Oktober, pihak berwenang mengklaim bahwa staf mereka telah bertindak dengan benar.
"Kami wajib mendeportasi," Kepala Kantor Imigrasi, Shoko Sasaki, mengatakan kepada wartawan asing. "Kami tidak ingin orang-orang berada dalam tahanan seperti itu di negara kami." Kantornya lalu mengatakan bahwa sebanyak 43 persen orang yang menolak dideportasi telah melakukan tindak kejahatan.
Ini memberikan kesan bahwa pembebasan mereka akan membahayakan keselamatan publik, kata pengacara Masako Suzuki. Padahal, hukum pidana Jepang tidak mengatur penahanan preventif terhadap orang yang berpotensi melakukan tindak kejahatan, katanya.
Sementara itu, Jepang juga sedang mencari cara baru untuk melakukan deportasi. Pada bulan Juli, pemerintah berhasil membujuk Turki untuk memulangkan kembali warga negara Turki yang tidak memiliki paspor. Sebagai imbalannya, Turki diizinkan ikut dalam program visa untuk para pekerja asing.
Jepang telah menawarkan kesepakatan yang sama kepada Iran. Sepertiga dari orang yang berada di dalam penahanan untuk deportasi di Jepang adalah warga negara Iran. Namun sejauh ini, pemerintah di Teheran bersikeras bahwa warganya memiliki hak untuk menolak deportasi. (ae/rap)