Godaan Kota Besar Bikin Pendatang Tak Betah Menetap di Pedalaman
- abc
Selama empat dekade terakhir kota-kota regional di Australia ternyata gagal mempertahankan para migran untuk tinggal dan bekerja di sana. Daya tarik kehidupan di kota besar membuat mereka tak betah menetap di pedalaman.
Tak Betah di Pedalaman:
- Mayoritas migran atau pekerja terampil yang datang ke wilayah regional Australia akan meninggalkan daerah itu dalam tempo lima tahun
- Pemerintah telah berusaha menarik para migran agar mau datang ke wilayah regional untuk mengurangi beban kota besar Sydney, Melbourne dan Brisbane
- Pakar demografi mengingatkan pertumbuhan penduduk Australia bisa lebih rendah daripada yang diperkirakan dalam APBN.
Hal ini terungkap dalam studi terbaru yang dirilis tim peneliti dari Australian National University (ANU) yang mengumpulkan dan menganalisa data keimigrasian Australia sejak tahun 1981.
Ketua tim peneliti Profesor James Raymer menjelaskan, sangat kecil kemungkinannya para migran di daerah pedalaman untuk bertahan tinggal di sana.
"Polanya sangat konsisten dari waktu ke waktu," jelas Prof Raymer seperti dikutip ABC News.
"Sebagian besar akan pergi dalam tempo lima tahun. Lebih setengahnya hingga 70 persen," tambahnya.
Para migran ini, kata Prof Raymer, umumnya memilih pindah ke kawasan kota besar Sydney atau Melbourne.
"Yang kami lihat dari data ini, kemungkinan para migran baru yang meninggalkan daerah regional telah mengalami peningkatan," ujarnya.
Pemerintah Australia telah melakukan berbagai upaya untuk "menghidupkan" kembali kota-kota regional agar bisa mengurangi kepadatan di tiga kota besar yaitu Brisbane, Melbourne dan Sydney.
Bahkan, seluruh wilayah Australia di luar ketiga kota tersebut, kini telah dikategorikan sebagai "wilayah regional" untuk memberi pilihan lebih banyak buat para migran.
Menetap dan bekerja di wilayah regional Australia dipandang kurang menarik oleh sebagian migran meskipun berbagai fasilitas seperti transportasi sebenarnya sangat memadai.
Istimewa
Terhitung sejak 16 November 2019, telah diberlakukan visa regional baru yang akan memungkinkan pemegangnya untuk menjadi penduduk tetap.
Menteri Imigrasi David Coleman yakin visa baru ini akan menarik para migran terampil ke kawasan regional dan menetap di sana.
"Kami ingin migran terampil menetap di regional untuk jangka panjang dan kami pastikan mereka tidak dirugikan dibandingkan dengan migran di kota-kota besar," katanya.
Visa regional baru ini mengharuskan para migran bekerja minimal tiga tahun sebelum mereka memenuhi syarat untuk jadi penduduk tetap.
Selain itu, para pemegang visa ini juga diberikan akses yang sama untuk berbagai layanan kesejahteraan seperti penduduk tetap.
Namun menurut data ANU, para migran yang sebelumnya telah memilih wilayah regional di Queensland, Australia Barat dan Australia Utara, umumnya tidak bertahan lama.
Studi ini menganalisa para migran di 47 wilayah regional yang terdiri atas 19 kelompok negara asal, dengan melihat perpindahan tempat tinggal mereka setiap tahun sejak tahun 1981 hingga saat ini.
Postur populasi
Pada Maret 2019, Perdana Menteri Scott Morrison mengumumkan rencana postur populasi Australia dengan memberikan kewenangan lebih besar kepada negara bagian dalam menentukan jumlah migran yang akan diterima.
Sejak 2016, Pemerintahan Koalisi Liberal Nasional telah mengurangi jumlah penerima visa penduduk tetap dari kuota 190.000 orang per tahun menjadi 160.000.
Meskipun kuota visa permanen dikurangi, namun pemerintah tetap memproyeksikan migrasi yang lebih tinggi tahun ini.
Menurut proyeksi APBN 2019, selisih antara migran yang datang dan meninggalkan Australia mencapai 271.700 orang, atau naik lebih dari 40.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun pakar demografi dari University of Melbourne Prof Peter McDonald menyatakan, jumlah mahasiswa internasional yang meninggalkan Australia akan semakin meningkat.
"Saya menduga angka-angka dalam tabel ini mengabaikan jumlah mahasiswa internasional yang meninggalkan Australia hingga tahun 2022," katanya.
"Artinya, selisih antara yang datang dan yang pergi akan lebih rendah, sehingga pertumbuhan populasi pun akan lebih rendah," jelas Prof McDonald kepada ABC News.
Dia mengingatkan, pertumbuhan penduduk yang lebih lambat akan berdampak pada proyeksi penerimaan pajak, produksi dan konsumsi sehingga mempengaruhi saldo APBN.