Strategi BPR dan BPRS Hadapi Revolusi Industri 4.0
- Perbarindo.
VIVA – Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dinilai merupakan industri yang tangguh dalam menghadapi gejolak apapun di dunia. Terbukti industri keuangan bermunculan sejak 1988 ini (Sebagai respons kebijakan Pakto 88) terus berkembang hingga saat ini.
Di tengah persaingan usaha, regulasi yang dinamis, dan hadirnya disrupsi teknologi, industri ini pun tetap berinovasi dalam melayani masyarakat pedesaan dan Pelaku UMKM. hal ini terlihat dari indikator kinerja industri BPR-BPRS yang masih tumbuh positif, sampai dengan Agustus 2019.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menjabarkan, aset Industri BPR kini mencapai Rp143 triliun atau tumbuh 9,47 persen dibandingkan posisi tahun lalu. Kredit yang disalurkan kepada pelaku UMKM mencapai Rp106 triliun atau tumbuh
11,44 persen.
"Fungsi intermediasi juga dapat dengan jalankan dengan baik, hal ini terlihat dari tabungan yang tumbuh sebesar 9,98 persen dan deposito tumbuh sebesar 11,07 persen dibanding setahun yang lalu. Selain itu, jumlah nasabah yang dilayani mencapai 15,6 juta rekening," ujar Joko usai membuka Rakernas Perbarindo, Senin 25 November 2019, dikutip dari keterangannya.
Menurutnya, nasabah tersebut didominasi oleh penabung sebanyak 11,5 juta rekening dan rata-rata jumlah tabungannya sebesar Rp2 juta. Sedangkan nasabah debitur sebanyak 3,6 juta rekening dan rata–rata pinjamannya adalah Rp29 juta.
“Hal ini tentunya mencerminkan, Industri BPR-BPRS memang hadir untuk melayani masyarakat kecil dan pelaku UMKM di seluruh wilayah Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi BPR dan BPRS ke depannya, Salah satunya revolusi industri 4.0 yang juga mengubah kebiasaan nasabah, dari konvensional menjadi digital.
"Revolusi digital tersebut kemudian secara signifikan telah mengubah cara pandang dalam melakukan aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia. Seperti penggunaan e-Commerce yang masif dan telah melahirkan model-model bisnis baru di antaranya berupa layanan peer-to-peer lending dan sharing economy," ungkapnya.
Melihat kenyataan tersebut, industri BPR-BPRS tegasnya, harus melakukan inovasi dan adaptif
terhadap perkembangan teknologi yang ada. Untuk itu, pilihan industri Ini dalam merespons revolusi digital adalah melakukan strategic partnership dan kolaborasi.
"Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong
tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat
dan aman," ungkapnya.
Salah satu upaya memperkuat strategi itu, menjadi tema Rakernas Perbarindo 2019 yaitu 'Penguatan Sinergi BPR-BPRS Untuk Memperluas Akses Layanan Perbankan Menuju Kemendarian Ekonomi'. Untuk itu, dalam momentum Rakernas ini, Perbarindp akan melakukan penandatangan MoU dengan PT Geti (ATT Group Alibaba.com, Authorized Global Channer Patner).
Adapun bentuk kerja sama nya adalah Program Mentoring Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dalam upaya Akselerasi Pemasaran e-Commerce Dari Pasar Lokal Menuju Pasar Global.
Selain itu, dalam momentum Rakernas kali ini akan adalah di-launching-nya Aplikasi GCG dan
MR BPR yang dinamakan BPRudent Platform. BPRPrudent adalah Aplikasi yang dapat
membantu BPR-BPRS mengimplementasikan tata kelola Perusahaan dan manajemen risiko
sesuai dengan ketentuan regulasi yang ada.