Penyeberangan Ujung-Kamal Makin Kempis Setelah Suramadu Gratis
- Nur Faishal / VIVAnews.
VIVA – Penyeberangan Ujung-Kamal menyimpan banyak cerita bagi warga Madura, Jawa Timur. Tentang pedagang asongan yang menawarkan aneka penganan,  komplotan pencopet yang berbagi peran saat mengincar penumpang, atau kenangan romantis bagi pasangan kekasih yang berlama-lama di atas kapal sambil memandangi pelabuhan dari tengah selat.
Tapi itu dulu, sebelum Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) beroperasi pada 2009. Kini, penyeberangan Ujung-Kamal sepi. Seperti pantauan saat VIVAnews ke sana pada Kamis siang, 14 November 2019 lalu. Waktu itu, dari Pelabuhan Ujung di Surabaya kami hendak menyeberang ke Pelabuhan Kamal, Bangkalan, Madura.Â
Jalur kendaraan bermotor untuk antre begitu lowong. Hanya sembilan mobil dan belasan sepeda motor yang menanti kapal merapat. Warung-warung yang berjajar di pinggir jalur antre kendaraan di Pelabuhan Ujung sepi pengunjung. Sementara dua pedagang pentol dan buah-buahan memarkirkan rombongnya di tempat tunggu penumpang.
Menunggu hampir satu jam, kapal merapat ke dermaga sekira pukul 11.45 WIB. Di dalam kapal di lantai dasar, tempat muatan kendaraan lowong setengah. Sementara di lantai dua puluhan penumpang dengan mudah mendapatkan kursi untuk duduk atau bersantai. Tak ada kesan berdesak-desakan seperti dulu.
Suasana sama, bahkan mungkin lebih sepi, terasa ketika VIVAnews balik dari Kamal ke Surabaya pada sorenya. "Dari tahun ke tahun memang terjadi penurunan jumlah penumpang," kata Supervisi Pelabuhan Kamal pada PT ASDP, Agusman, dihubungi VIVAnews pada Sabtu, 23 November 2019.Â
Dia menjelaskan, jumlah penumpang makin menurun setelah status Jembatan Suramadu berubah bukan tol pada 2018 lalu dan digratiskan total. Sebelumnya, kendaraan besar seperti truk pengangkut barang masih banyak yang memanfaatkan penyeberangan Ujung-Kamal karena tarifnya lebih murah.Â
"Pendapatan kami tahun 2018 turun sekitar 15 persen dibandingkan 2017," ujar Agusman.
Dia menuturkan, saat ini penyeberangan Ujung-Kamal mengoperasikan dua kapal ferry saja. Dibuka dari pukul 06.00 pagi sampai 21.00 malam, kapal melayani penumpang rata-rata 20 kali perjalanan setiap harinya. Itu berbeda dengan kondisi sebelum Jembatan Suramadu yang beroperasi 24 jam yang selalu penuh penumpang.Â
Kebanyakan penumpang adalah warga Surabaya sekitar pelabuhan atau warga Kamal. Mereka memilih kapal penyeberangan karena harus memutar jika melalui Jembatan Suramadu.Â
"Itu pun tergantung tujuannya. Kalau warga Kamal mau ke Kenjeran (Surabaya Timur), biasanya memilih pakai Suramadu. Kalau mau ke Gresik, menyeberang pakai kapal," ungkap Agusman.
Tarif kapal yang tak naik-naik juga belum mampu menarik minat masyarakat. Untuk orang, kata Agusman, tarif yang diberlakukan sebesar Rp5.000 per kepala. Sementara, untuk sepeda motor Rp7.000 ribu plus joki, kendaraan roda empat Rp46,5 ribu plus pengemudi, truk sedang Rp58 ribu plus pengemudi, dan truk besar Rp64 ribu plus pengemudi.Â
"Di luar sopir dihitung lain," ujarnya.