Demi Biayai Usaha Super Mikro Ibu-Ibu, PNM Terbitkan Obligasi Rp1,35 T
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – PT Permodalan Nasional Madani atau PNM tengah mencari sumber pembiayaan baru melalui penerbitan surat utang atau obligasi senilai Rp1,35 triliun. Sumber pembiayaan tersebut ditujukan untuk mencari modal tambahan untuk membiayai usaha super mikro ibu-ibu.
Direktur Utama PMN, Arief Mulyadi mengatakan, penerbitan obligasi tersebut dilakukan setelah mendapat kenaikan peringkat utang oleh Pemeringkat Efek Indonesia atau PEFINDO, dari idA menjadi idA+. Peringkat itu berlaku periode 23 Oktober 2019, sampai dengan 1 Mei 2020.
"Sehingga, jadi satu ukuran bahwa perusahaan kami memiliki keterjaminan jangka panjang," kata dia di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat 22 November, 2019.
Dia merincikan, penerbitan obligasi tersebut terdiri dari dua seri, yakni Seri A, dengan obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp586,5 miliar dengan tingkat bunga tetap sebesar 8,40 persen per tahun dan jangka waktu obligasi Seri A adalah tiga tahun terhitung sejak tanggal emisi.
Kemudian, Seri B ditawarkan dengan jumlah obligasi yang ditawarkan adalah sebesar Rp763,5 miliar, tingkat bunga tetap sebesar 8,75 persen dan jangka waktu obligasi seri B adalah lima tahun, terhitung sejak tanggal emisi. Masa penawaran umum obligasi ini akan berlangsung pada 22-25 November 2019, dan distribusinya secara elektronik dijadwalkan pada 28 November 2019.
"Reliasainya, kami baru terbitkan obligasi dari Rp1 triliun, ternyata peminatnya banyak, jadi kita buka Rp1,3 triliun. Kita buat tiga kupon dan peminatnya lebih banyak yang minat lima tahun atau jangka panjang. Ini kegembiraan buat kami bahwa para investor percaya secara jangka panjang PNM terjamin," tegasnya.
Dengan adanya kucuran dana baru tersebut, PNM menargetkan bisa menyalurkan pendanaan yang difokuskan bagi nasabah ibu-ibu hingga akhir 2019, sebanyak enam juta nasabah. Pada 2020, ditargetkan naik menjadi 7,7 nasabah dan pada 2023, ditargetkan menjadi Rp10 juta nasabah.
"Ibu-ibu yang jadi sasaran, karena para ibu ini punya kemampuan produktif, kemampuan usaha, cuma mereka sulit akses lembaga-lembaga keuangan. Pada akhirnya, mereka hanya bertemu dengan bank kucek-kucek, pagi pinjam Rp100 ribu, usaha, sore kembalikan Rp120 ribu. Kan, kasihan mereka," tegasnya.