Suku Bunga Sudah Turun, Kenapa Penyaluran Kredit Masih Lambat?

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Bank Indonesia telah memutuskan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate tetap sebesar lima persen pada November 2019. Meski BI telah menurunkan secara konsisten suku bunga acuannya sebanyak empat kali sejak Juli 2019, penurunan itu belum mampu mendorong penyaluran kredit perbankan.

Kata Gubernur BI soal Peluang Turunkan Suku Bunga: Dulu Agak Lebar, Sekarang Terbatas

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, penyaluran kredit memang mengalami perlambatan, tergambar dari pertumbuhan kredit yang melambat dari 8,59 persen secara tahunan pada Agustus 2019 menjadi 7,89 persen pada September 2019. Persoalannya, kata dia, lebih karena permintaan kredit yang lambat, khususnya di sektor korporasi.

"Sehingga ini jadi indikator permintaan kredit investasi korporasi khususnya belum kuat. Indikator berbagai aktivitas juga termasuk impor, bahan baku dan modal itu turun, karena memang ekspornya di kuartal I dan II turun, di kuartal III membaik, tapi belum kuat," kata dia di kantornya, Jakarta, Kamis, 21 November 2019.

Bank Indonesia Kembali Tahan BI Rate di Level 6 Persen

Menurut dia, lemahnya permintaan kredit sektor korporasi tersebut karena kepercayaan diri industri belum terlalu kuat melihat prospek ekonomi ke depannya. Sehingga mereka lebih memilih mengambil kebijakan konsolidasi ketimbang ekspansi bisnis, baik dari sisi peningkatan produksi maupun investasi.

"Kesimpulannya kami memang melihat korporasi masih menakar prospek ekonomi dunia ke depan. Tingkat kepercayaan tumbuhnya seperti apa akan menentukan seberapa besar tingkat hasilnya kalau mereka tambah investasi. Sehingga bisa diharapkan tutup biaya modal baik dari perbankan, pasar modal, maupun utang luar negeri," kata Perry.

Ekonom Perkirakan BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen

Karenanya, dia menegaskan, dari sisi suku bunga yang saat ini terbilang akomodatif memang tidak ada persoalan bagi bank untuk terus menjaga penyaluran kreditnya. Apalagi, likuiditas perbankan dikatakannya cukup memadai, tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang besar, yakni 19,43 persen pada September 2019, tidak jauh berbeda dari kondisi Agustus 2019 sebesar 19,47 persen.

"Semua faktor itu kondusif. Likuditas cukup, suku bunga menurun, pengaturan direlaksasi, landing standar survei perbankan BI juga mengendor. Artinya bank siap salurkan kredit. Nah semua faktor itu positif," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Perry meminta para pengusaha untuk yakin terhadap kondisi ekonomi ke depan, supaya penyaluran kredit kembali naik, dan ujungnya pertumbuhan ekonomi juga naik. Sebab, ditegaskannya fundamental ekonomi masih kuat, seperti inflasi yang terjaga dan konsumsi domestik masih tumbuh.

"Kami melihat ke depan ekonomi kita akan membaik dan memperkuat prospek ekonomi dan kepercayaan korporasi. BI terus beri sinyal kebijakan yang akomodatif. Makanya kami ajak perbankan, dan korporasi semakin yakin ekonomi kita membaik, ini saatnya untuk produksi, waktunya untuk investasi, dan ekonomi kita akan baik," ujar Perry.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG Dibuka Menguat Usai BI Tahan Suku Bunga Acuan 6%

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis, 21 November 2024 dibuka menguat 9 poin atau 0,13 persen di level 7.189.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024