Empat Poin Pengaruhi Optimisme Pasar di Pengujung Tahun

Suasana pelabuhan peti kemas.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Pasar finansial global bergerak sangat fluktuatif pada 2019. Kondisi itu dipengaruhi oleh banyaknya sentimen negatif yang memengaruhi pasar. 

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

"Sebagai contoh kita lihat adanya kekhawatiran mengenai resesi global dan juga eskalasi konflik dagang antara Amerika Serikat dengan China, terus membayangi kinerja pasar tahun ini," kata Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Dimas Ardhinugraha, dalam keterangan tertulis, Kamis 21 November 2019. 

Namun, memasuki pengujung 2019, menurut Dimas, terlihat adanya perkembangan yang lebih positif dari sentimen pasar. 

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Poin pertama yang mendukung optimisme pasar adalah berkurangnya kekhawatiran terhadap resesi ekonomi global. 

Menurut dia, saat ini pasar menjadi lebih optimistis bahwa ekonomi global tidak memasuki zona resesi. Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan proyeksi untuk pertumbuhan ekonomi 2019 akan turun ke level 3 persen, dibandingkan 2018 yang berada di level 3,6 persen. 

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

Sementara itu, untuk 2020, IMF memperkirakan ekonomi global akan membaik ke level 3,4 persen, didukung oleh penurunan suku bunga bank sentral secara global. 

Poin kedua yang mendukung optimisme pasar adalah perkembangan positif negosiasi dagang antara AS dan China. "Kalau kita lihat, akhir-akhir ini kedua negara mulai menunjukkan sikap yang lebih akomodatif akan terjadinya kesepakatan dagang," tuturnya. 

Baik AS maupun China mengindikasikan kalau kesepakatan dagang fase pertama dapat saja terjadi pada akhir tahun ini. Situasi tersebut merupakan hal positif bagi sentimen pasar secara global. 

Bila dilihat, dia melanjutkan, kedua negara membutuhkan kesepakatan dagang ini. Karena, AS maupun China sudah merasakan dampak negatif dari perang dagang yang terjadi. 

"Di mana kita lihat pertumbuhan ekonomi kedua negara cukup melemah di tahun 2019," kata dia. 

Terlebih lagi, saat ini sudah memasuki periode pemilu untuk tahun 2020 di AS. Kondisi ini dapat memberikan suatu tekanan politik bagi Presiden Donald Trump untuk segera menyelesaikan masalah perang dagang ini.

Poin ketiga yang menjadi optimisme pasar adalah saat ini masyarakat memasuki era suku bunga rendah. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi global, beberapa bank sentral dunia sudah menurunkan tingkat suku bunga. 

Baru-baru ini, The Fed mengumumkan suku bunga di AS akan dijaga pada level rendah, dan belum ada rencana untuk dinaikkan, kecuali jika inflasi di negeri Paman Sam meningkat. 

Tidak hanya di AS, beberapa negara secara global juga serentak menurunkan suku bunga, dengan outlook mereka akan tetap menjaga suku bunga pada level yang rendah. "Ini merupakan hal yang positif, karena selain mendukung pertumbuhan ekonomi, juga akan menguntungkan bagi pasar negara berkembang," tutur Dimas. 

Dengan suku bunga yang rendah di pasar negara maju, investor secara global akan mencari tingkat suku bunga yang lebih menarik di negara berkembang, termasuk salah satunya di Indonesia.

Poin keempat adalah adanya kestabilan kondisi politik dan harapan reformasi kebijakan. Sepanjang tahun ini, terlihat pasar domestik dibayangi ketidakpastian politik dengan adanya pemilu presiden di pertengahan tahun. 

Namun, Indonesia sudah melewati periode tersebut, presiden sudah dilantik dan kabinet sudah terbentuk. Ini merupakan hal yang positif, karena akan memberikan kepastian bagi sektor riil, mengenai kebijakan yang akan diambil pemerintah ke depannya. 

Bagi pasar finansial, harapannya adalah semua janji-janji pemerintah dapat dieksekusi dengan baik, sehingga dapat menarik minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya