Logo DW

Dua Staf Penting Keamanan Nasional AS Bersaksi Sulitkan Trump

Reuters/E. Scott
Reuters/E. Scott
Sumber :
  • dw

Dua pembantu penting bidang keamanan nasional Amerika Serikat (AS) bersaksi pada Selasa (19/11), sebagai tindak lanjut dari investigasi pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump yang diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengumpulkan informasi buruk dari lawan politiknya.

Kedua pembantu penting itu adalah Letkol Alexander Vindman, seorang perwira Angkatan Darat di Dewan Keamanan Nasional AS, dan Jennifer Williams, rekan Vindman di kantor Wakil Presiden Mike Pence. Keduanya ikut mendengar percakapan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, dan mereka mengatakan kecemasan akibat isi percakapan itu.

Vindman, seorang tentara berusia 20 tahun, bersaksi dengan penuh keyakinan bahwa Trump menggunakan bantuan militer, yang dikirim AS ke Ukraina untuk menangkal agresi Rusia, dan permintaan kunjungan Gedung Putih dari Zelenskiy, sebagai alat politik.

Hal itu diduga digunakan untuk menyuap pemimpin Ukraina agar mau mencari informasi negatif tentang Hunter Biden, putra mantan Wakil Presiden Joe Biden yang juga merupakan calon Presiden dari Partai Demokrat.

Hunter Biden diketahui termasuk jajaran direksi Burisma, sebuah perusahaan minyak Ukraina.

Kurt Volker, mantan utusan khusus AS ke Ukraina juga turut bersaksi dalam sidang yang berlangsung 11,5 jam. Ia mengatakan bahwa tuduhan korupsi yang melibatkan Biden dan puteranya adalah tuduhan yang "tidak kredibel", dan ini tidak sesuai dengan "teori konspirasi" yang dikemukakan oleh Trump dan beberapa sekutunya.

Volker mengatakan bahwa dirinya telah mengenal Biden sebagai pria terhormat selama lebih dari dua dekade.

"Tidak ada ambiguitas"

"Saya merasa permintaan yang ditujukan kepada pemerintah negara lain untuk menyelidiki seorang warga Amerika tidak pantas dilakukan," ujar Vindman. Dia menambahkan bahwa "tidak ada keraguan" tentang apa yang diminta Trump untuk dilakukan oleh Zelenskiy.

"Orang Ukraina harus melakukan penyelidikan terhadap Biden," begitu permintaan Trump kata Vindman. "Tidak ada ambiguitas", tambahnya.

Menurut media AS, militer AS telah meningkatkan perlindungan bagi Vindman dan keluarganya. Mereka juga mempertimbangkan untuk memindahkan Vindman ke sebuah pangkalan militer, dengan alasan khawatir akan keselamatannya, setelah Presiden Trump dan para pemimpin Partai Republik secara verbal menyerang orang-orang yang jadi saksi dalam sidang pemakzulan.

Vindman menyebut, serangan verbal terhadap karakternya, terutama yang meragukan patriotismenya, sebagai tindakan "tercela dan pengecut".

Dua pembantu senior Gedung Putih lainnya, Jennifer Williams dan Tim Morrison juga mengatakan dalam sidang dengar pendapat bahwa mereka prihatin dengan sifat politik dari percakapan telepon Trump.

Williams, yang merupakan seorang perwira karier di bidang hubungan luar negeri, bersaksi bahwa dia menganggap percakapan telepon yang terjadi pada Juli itu sebagai hal yang tidak biasa karena presiden membahas "masalah politik dalam negeri" dengan seorang pemimpin asing.

Sementara Morrison, yang telah mengundurkan diri sejak percakapan telepon itu terjadi, khawatir apa yang diungkapkannya tidak akan berdampak baik bagi Washington, sehingga melaporkannya kepada pengacara penting Dewan Keamanan Nasional.

Bagaimana Trump melihat pemakzulan dirinya?

Trump dan sekutu-sekutunya sejak awal telah menolak penyelidikan pemakzulan terhadap dirinya, dengan menyebut hal itu sebagai upaya putus asa dari Demokrat untuk menggulingkan kekuasaannya.

Penyelidikan tersebut menyoroti tidak hanya telepon Zelensky yang pertama kali dilaporkan kepada pihak berwenang oleh whistleblower yang tidak diketahui, tetapi juga mempertanyakan pemecatan duta besar AS di Kiev. Mantan Duta Besar Marie Yovanovitch dilaporkan telah menghalangi upaya Trump meminta Ukraina menyelidiki Biden, dan juga diketahui memiliki pendapat bertentangan dengan mantan pengacara presiden, Rudy Giuliani.

Ketika Yovanovitsch memberikan kesaksian pekan lalu, pada saat yang sama Trump melontarkan penghinaan di Twitter. Ini menyebabkan timbulnya dugaan bahwa tindakan Trump sudah merupakan intimidasi ilegal terhadap saksi. (gtp) (AP, Reuters)