Temui Mahathir di Malaysia, Airlangga Bahas Industri Sawit RI
- Twitter Airlangga Hartarto
VIVA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menemui Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Petaling Jaya, Selasa, 19 November 2019. Dalam pertemuan itu, Airlangga dan Mahathir turut membahas kebijakan bersama untuk menangkis sentimen negatif terhadap perdagangan sawit Indonesia.
Airlangga menyebut dirinya juga saling bertukar informasi dengan Mahathir menyangkut langkah strategis litigasi di forum Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
"Kami juga akan bertukar informasi, terkait litigasi di WTO. Kami akan menindaklanjuti rencana Uni Eropa, yang ingin menghapus penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel pada 2030," kata Airlangga usai pertemuan dengan Mahathir di kantor Perdana Menteri, Petaling Jaya, Malaysia, seperti disampaikan dalam keterangan resminya.
Airlangga menekankan pemerintah Malaysia melalui Mahathir juga mengapresiasi langkah RI dalam menerapkan penggunaan bahan bakar nabati jenis biodiesel 30 persen (B30) mulai 2020. Terkait itu, menurut dia, dari keterangan Mahathir, pemerintah Malaysia juga siap menggunakan bahan bakar nabati jenis biodiesel (B20).
Lalu, kata Airlangga, negeri Jiran itu pada awal 2020 juga mulai mewajibkan sertifikasi Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO). Cara ini sengaja untuk memenuhi standar minyak sawit berkelanjutan.
"Sertifikasi ini sama dengan standar sustainabilitas RI, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Malaysia. Malaysia sambut positif usulan Indonesia untuk mengharmonisasikan standar international bersama," tutur eks Menteri Perindustrian tersebut.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) kini bertambah empat anggota negara yang baru bergabung. Keempat negara tersebut Kolombia, Honduras, Papua Nugini, dan Nigeria.
Dia optimis dengan bertambahnya empat negara ini justru akan menambah posisi tawar CPOP di dunia internasional.
"Posisi tawar dalam memerangi kampanye negatif terhadap sawit di Uni Eropa," ujar Airlangga.