Gejala Maut Hitam Pembantai Setengah Eropa Kembali, Penyakit Apa Itu
- U-Report
VIVA – Laporan soal dua warga China yang terkena pes atau sampar dengan jenis pneumonic plague yang menyerang paru-paru dan akibatnya paling fatal menjadi perhatian dunia internasional. Pasalnya, penyakit pes yang diakibatkan bakteri Yersinia Pestis itu merupakan penyakit yang pernah mewabah di Eropa pada abad pertengahan.
Pada abad ke-14 yakni tahun 1347 hingga 1351, wabah pes yang kemudian dikenal dengan Black Death atau wabah Maut Hitam ini membunuh hingga 50 juta orang di benua Eropa. Angka korban tewas itu adalah hampir 60 persen penduduk Eropa kala itu.
Dua pasien warga China yang baru-baru ini diketahui terjangkit penyakit tersebut. Mereka berasal dari Provinsi Mongolia. Keduanya didiagnosis oleh dokter di rumah sakit di Distrik Chaoyang Beijing menderita demam yang disebabkan bakteri pembawa pes sebagaimana dilansir laman CNN Amerika.
Yang mengkhawatirkan kedua pasien itu mengalami pes pneumonic plague yang menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang paling fatal dan tak jarang gagal ditangani.
Penyakit pes ditularkan awalnya melalui kutu tikus yang ditemukan di Eropa. Walau berbagai sumber ada yang menyebutkan awalnya dibawa dari China, Asia dan lainnya menyebutkan dari wilayah Rusia dan Krimea. Namun penularannya pesat di Eropa abad ke-14 lantaran adanya aktivitas pelayaran gencar dan migrasi tikus yang dibawa dari satu kapal ke kapal, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
Namun ahli menyebutkan selain dari kutu tikus, bakteri itu juga bisa saja dibawa dari kutu manusia. Kutu bisa menghinggapi hewan peliharaan manusia dan menularkan pemilik hewan peliharaan. Gejala yang biasa terjadi antara lain demam tinggi dengan menggigil, sesak napas hingga muncul kehitaman di kulit sehingga wabah itu disebut Maut Hitam.
Menurut WHO, mulai tahun 2010 hingga 2015, lebih dari 3.248 kasus pes dan dugaan penyakit pes dilaporkan di dunia. Di antara kasus itu menyebabkan 584 kematian. Tiga wilayah yang dianggap paling endemik adalah Kongo, Madagaskar dan Peru. Belakangan WHO menyebutnya sebagai penyakit re-emerging.
Yang juga menarik menurut laman The New York Times, dokter Li Jifeng yang menangani dua pasien dengan pes di Rumah Sakit Chaoyang Beijing sempat menuliskan di platfrom media sosial WeChat bahwa pasien dirawat sejak 3 November 2019. Dia menuliskan bahwa satu pasien adalah pria setengah baya yang mengalami demam dan merasa kesulitan bernapas selama 10 hari. Sementara pasien lainnya adalah istri si pasien yang juga mengalami demam dan masalah pernapasan.
"Selama saya menjadi dokter dan spesialis, saya menemukan gejala familiar atas berbagai penyakit. Namun kali ini saya memeriksa dan memeriksa lagi, saya tak bisa menebak patogen pneumonia ini, saya tahu ini jarang," dituliskan dokter Li.
Namun tak lama disebutkan bahwa Li Jifeng menghapus tulisannya di WeChat tentang pasien dari Provinsi Mongolia Dalam itu. Sementara pihak Rumah Sakit Chaoyang Beijing juga menolak memberikan komentar.