Logo DW

Asia Tenggara Mulai Beralih ke Energi Matahari

picture-alliance/dpa/S. Gupta
picture-alliance/dpa/S. Gupta
Sumber :
  • dw

Sebagai hasilnya, Wood Mackenzie memproyeksikan, kapasitas pembangkitan panel surya terpasang di Vietnam bisa mencapai 5,5 Giga Watt pada akhir tahun 2019. Angka ini setara dengan 44 persen dari total kapasitas pembangkitan energi surya di Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, pada tahun lalu, kapasitas terpasang energi surya di negara itu hanya 0,134 GW.

Dengan adanya kebijakan yang menjamin pendapatan investor, para produsen listrik independen di tingkat lokal dan regional serta para pengembang merasa nyaman mengambil risiko. Oleh karena itu, proyek-proyek pun bisa meminjam pendanaan dari bank regional dan lokal.

"FIT telah terbukti menjadi alat kebijakan yang efektif dalam mendorong pertumbuhan energi terbarukan dengan cepat,” kata Rishab Shrestha, analis dan peneliti tenaga surya dari Wood Mackenzie seperti dikutip dari The Jakarta Post.

Bagaimana dengan Indonesia?

Global Energy Monitor dalam laporannya menyebukan Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang masih membangun pabrik batu bara baru dalam enam bulan pertama tahun ini.

Meski banyak dituding mencemari berat lingkungan, Indonesia memang masih tergantung pada sumber energi fossil ini. Beberapa waktu lalu, pemerintah juga diprotes akibat polusi udara dari penggunaan batu bara.

Menurut data PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), kontribusi energi terbarukan hingga Mei 2019 telah mencapai 13,42 persen. Energi ini mayoritasnya berasal dari pembangkit listrik tenaga air dan tenaga panas bumi. Sementara kontribusi pembangkit listrik tenaga surga dapat dibilang relatif kecil.

Dikutip dari Tirto.id, penggunaan energi surya di Indonesia pada posisi Agustus 2019, hanya memiliki kontribusi sebesar 0,04 persen atau setara 78,5 Mega Watt.