Kurangi Defisit Migas, Penggunaan Gas Bumi Perlu Diperluas 

Pemasangan Jaringan Gas Bumi ke rumah masyarakat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yandi Deslatama

VIVA – Neraca perdagangan Indonesia terus alami defisit akibat dari tingginya impor minyak dan gas. Untuk itu, Pemerintah diminta untuk segera mengambil kebijakan yang berani dalam sektor energi nasional.

Pertamina Komitmen Perkuat Jargas untuk Transisi Energi

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ridwan Hisyam mengatakan pemerintah Jokowi jilid II seharusnya bisa mengambil langkah tegas. Sebab, lima tahun terakhir ketergantungan terhadap energi impor masih sangat tinggi.

"Harus ada paradigma yang berbeda untuk lima tahun ke depan jika kita ingin memangkas ketergantungan pada energi impor. Presiden Jokowi dan menteri ESDM harus mengubah arah kebijakan agar gas bumi menjadi prioritas. Toh saat ini temuan migas Indonesia lebih banyak gas dibandingkan minyak," kata Ridwan dalam keterangannya dikutip Rabu, 30 Oktober 2019.

Menteri BUMN Cek Kesiapan Jaringan Gas Pertamina di IKN

Ia mengungkapkan, terobosan pemerintah dengan menghadirkan B10, B20, B30 hingga B100 merupakan langkah strategis dan positif. Namun akan lebih baik lagi jika potensi energi yang sudah ada lebih efisien dioptimalkan pemanfaatannya. 

"Sayang jika gas bumi yang diproduksi di dalam negeri justru harus diekspor. Padahal jika dimanfaatkan untuk menggerakkan industri di dalam negeri bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai produk dalam negeri," ujarnya.

Pemerintah Perluas Jargas ke 2,5 Juta Rumah Tahun Depan

Berdasarkan, data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai September 2019 kilang LNG Bontang telah mengekspor sebanyak 52,5 kargo dan LNG Tangguh sebanyak 67,5 kargo. 

Bahkan, Maret lalu Kementerian ESDM juga telah menyetujui rencana ekspor LNG dari blok Tangguh ke Singapura sebanyak 84 kargo mulai 2020.

Ridwan mengatakan, optimalisasi gas domestik hanya bisa dilakukan jika pembangunan infrastruktur dapat dikerjakan secara lebih masif. Apalagi sumber gas bumi ke depan akan lebih banyak berada di Indonesia Timur seiring pengembangan Blok Tangguh Train III dan proses produksi Blok Masela. 

Nilai investasi dalam pengembangan blok Masela sendiri mencapai sekitar US$20 miliar atau senilai Rp280 triliun (kurs Rp14.000/ dolar AS) dan menggunakan cost recovery yang berarti dibiayai APBN.

Lebih jauh Ridwan juga mengingatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi untuk terus memperkuat kemampuan sumber daya manusia. Sebab, di tengah kebutuhan energi domestik yang semakin besar, penguasaan teknologi untuk memperluas pemanfaatan gas bumi sangat dibutuhkan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru dapat fokus kepada pemanfaatan energi yang memiliki cadangan besar di Indonesia seperti gas bumi. Optimalisasi pemanfaatan gas bumi ini dinilai dapat menurunkan defisit migas.

"Pembangunan infrastruktur gas akan menjadi salah satu kunci keberhasilan menurunkan defisit migas. Sektor rumah tangga dan industri harus didorong untuk dapat beralih ke gas bumi," kata Mamit.

Mamit menilai program Jaringan Gas (Jargas) rumah tangga dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan LPG subsidi 3 kg yang selama ini banyak salah sasaran. Nilai subsidi LPG 3 kg yang sangat besar dapat dialihkan biayai pembangunan infrastruktur jargas. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya