Logo DW

Kenapa Indonesia Hentikan Ekspor Nikel di Tengah Demam Global?

Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Sumber :
  • dw

Nikel yang dulu dianggap komoditas sampingan, kini memicu drama ekonomi trans nasional. Logam ferromagnetis itu selama ini lebih sering digunakan sebagai bahan campuran untuk baja nirkarat. Namun sejak beberapa tahun terakhir muncul pasar baru yang lebih menggiurkan untuk Nikel, dan tumbuh pesat bak jamur di musim hujan: baterai Lithium-ion.

Termasuk juga di antaranya adalah pasar nasional Indonesia. Pemerintah sekarang punya ambisi menggeser minyak sawit sebagai primadona ekspor dan menggantikannya dengan baterai kendaraan listrik dalam 15-20 tahun mendatang.

Sebab itu Agustus silam Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Mobil Listrik yang antara lain menitikberatkan produksi nikel nasional untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Harapannya, dengan harga bahan baku yang lebih murah, baterai buatan Indonesia kelak akan memiliki daya saing yang lebih besar.

Konsolidasi Ekonomi di Era Perang Dagang

Keputusan tersebut buntutnya memicu gejolak di pasar global, lantaran diberlakukan lebih dini ketimbang yang diduga pelaku pasar, lapor Bloomberg. Awalnya pemerintah di jakarta berniat memberlakukan larangan mulai 1 Januari 2020, namun tenggat tersebut dimajukan.

Saat itu pun keputusan Indonesia memicu antisipasi belanja besar-besaran oleh pelaku pasar Cina. Bulan Agustus silam Cina membeli 5,72 juta ton bijih nikel, meningkat tajam dari bulan atau tahun sebelumnya. "Semua orang berusaha membeli nikel Indonesia sebanyak mungkin" sebelum dilarang, kata Linda Zhang, Analis Pasar di lembaga konsultan di Wood McKenzie kepada Reuters.

Namun langkah pemerintah melarang ekspor nikel itu justru disambut positif di dalam negeri. Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, mengatakan keputusan tersebut membuka peluang bagi "konsolidasi ekonomi dan sumber daya", yang harus dibarengi dengan penambahan kapasitas di sektor lain.

"Selama ini kan kita seperti tidak pernah punya gigi, karena selalu takut bahwa nanti neraca ekspornya babak belur," kata Enny saat dihubungi DW. "Kalau kita bersikukuh (soal larangan ekspor)," imbuhnya, "kita berkesempatan menjaring lonjakan investasi untuk sektor-sektor hilir."