Logo BBC

Kisah Pernikahan Para Perempuan yang Hancur karena Masalah Perawan

Ilustrasi pernikahan.
Ilustrasi pernikahan.
Sumber :
  • U-Report

Malu


- Getty Images

"Saat penetrasi, saya tidak mengeluarkan darah, jadi suami saya memecah keheningan malam saat ia menjerit," Tidak ada darah! " katanya.

Selama satu jam ia dicekam oleh rasa terkejut dan ketakutan, Jumanah tertegun dan tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak menunggu sampai pagi, mereka langsung pergi malam itu juga ke seorang ginekolog untuk memastikan keperawanannya.

"Saya ingat dokter yang saya temui menghibur saya seakan-akan ia adalah ayah saya," kenangnya, "dan memberitahu suami saya atas apa yang ia lakukan".

Jumanah terpaksa tinggal bersama suami yang secara terang-terangan menghinanya, karena keluarga dan semua orang di sekitarnya tidak mendukung keinginannya untuk berpisah.

Hingga akhirnya mereka hidup bersama selama 20 tahun dan memiliki empat anak dan Jumanah tidak bisa melupakan penghinaan yang dilontarkan kepada dirinya.

Setelah ia sampai di Brussel dengan anak-anaknya, ia mencabut status pernikahannya.

Ia mengatakan betah tinggal di Brussels bersama anak-anaknya, dan ia tidak berniat menikah lagi. Sebaliknya, ia ingin memenuhi impian akademisnya yang sebelumnya ditolak, dan ingin membesarkan anak-anaknya dengan cara ia dibesarkan.

"Saya bahagia sekarang," katanya, "karena saya bisa membawa kedua putri saya ke sini. Saya bukan hanya menceraikan suami saya, tapi saya juga terpisah dari masyarakat yang sama sekali tidak memperlakukan saya dengan adil."

Rozana dan Amina melakukan operasi selaput dara


- Getty Images

Rozana, salah seorang perempuan lainnya menjelaskan mengapa ia berpisah dengan tunangan yang sudah bersamanya selama lima tahun.

"Saya mempercayai dan mencintainya. Dalam salah satu pertemuan kami, dia menggangguku karena berhubungan seks, mengingat aku, secara teknis, adalah istrinya. Suatu hari aku akhirnya tunduk pada desakannya dan melakukannya.

Namun, enam bulan kemudian, keluarganya serta keluarga tunangannya terpuruk dan dan didera musibah saat mereka berpisah.

"Di lingkungan masyarakat kita, tidak ada perdebatan tentang hukuman apa yang dijatuhkan jika kehilangan keperawanan," sembari menambahkan hukuman paling final yaitu, "hukuman mati".

"Untungnya, ada teman saya yang membantu. Ia menyarankan saya untuk mengunjungi seorang ginekolog untuk melakukan operasi selaput dara dan menggantinya dengan produk selaput dara produk China".

"Kalau saya tidak dioperasi, mungkin saya sudah lama mati."