Pelarangan Ekspor Bijih Nikel Disepakati Mulai Hari Ini
- VIVAnews/Fikri Halim
VIVA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, Bahlil Lahadalia mengklaim, pengusaha bijih nikel telah sepakat tidak mengeskpor mentah-mentah komoditas tersebut mulai hari ini, Senin, 28 Oktober 2019. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019, pelarangan tersebut berlaku 1 Januari 2020.
Dengan adanya kondisi tersebut, bijih nikel yang telah memiliki kontrak ekspor ke luar negeri hingga akhir tahun ini harus dibatalkan dan akan dijual ke industri pengolahan atau yang memiliki smelter di Indonesia. Bahlil pun memastikan, industri tersebut memiliki kapasitas untuk menyerap secara keseluruhan, meski dia belum memiliki data jelas terkait hal itu.
"Kita identifikasi dahulu, karena laporannya baru ter-collect tadi. Satu dua hari lagi baru, kita pastikan buat persiapan. Jumlahnya dipertanyakan, tetapi kepastiannya tidak boleh eskpor dan yang sudah ada ditampung atau tidak, saya pastikan ditampung berapa pun," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin 28 Oktober 2019.
Sementara itu, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus menyatakan, industri pengolahan nikel yang ada di Morowali memang membutuhkan banyak bahan baku bijih nikel untuk memproduksi berbagai produk turunan bijih nikel. Berdasarkan datanya, kebutuhan bijih nikel untuk diolah mencapai 25 juta metrik ton.
"Kami ini investasi, kerja dan membangun di Indonesia. Jadi, kami yakin pemerintah ini wakil Tuhan, jadi apa pun yang disampaikan pemerintah akan jadi kebaikan. Kalau sudah jadi kebaikan siapa lagi yang kita patuhi kalau bukan pemerintah," tuturnya.
Adapun Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Mardani Maming yang juga merupakan CEO PT Batulicin 69 dan PT Maming 69, saat ini malah mendukung kebijakan tersebut dari yang sebelumnya menolak. Sebab, kata dia, pemerintah telah memberikan solusi baik dengan menetapkan harga jual bijih nikel di domestik sesuai harga internasional.
"Barangnya akan dibeli sesuai harga internasional di China. Kalau itu, sudah jadi jalan tengah pengusaha yang selama ini ekspor. Ngapain kita kirim ke China, orang untungnya sama aja kayak di Indonesia sehingga jadi jalan tengah, sehingga jadi satu kekuatan full khususnya di bidang nikel," kata Mardani. (asp)