Kolonialisme dan Body Shaming, Apa Hubungannya?
Penulis kolonial percaya bahwa di luar Eropa yang energetik, menjadi kurus hanya lah untuk orang miskin. - Getty Images
Orang Yunani dan Romawi Kuno menghargai tubuh laki-laki yang "padat" dan memandang bangsa lain sebagai: lembek, bengkak atau kemayu.
Ahli tanaman asal Venesia Prospero Alpini mencatat dalam perjalanan ke Mesir di abad ke-16, perempuan Mesir melakukan "seni menggemukkan berat badan" dengan cara mandi air hangat dan menyuntikkan tubuh dengan obat-obatan yang membuat mereka "lembek" dan "malas".
Yang mengganggu Alpini, menurut Forth, adalah "seni menggemukkan badan ini dipelihara karena hasrat para pria terhadap perempuan bertubuh seperti itu".
Namun secara umum, lemak berlebih tidak dikehendaki oleh masyarakat Eropa.
Dalam karya seni jaman Renaissance, tubuh berlekuk dikagumi dan banyak menjadi obyek lukisan yang menggambarkan perayaan terhadap kecantikan tubuh seperti itu.
Tanda kemakmuran
Ekspansi daerah jajahan Inggris dan Prancis telah memicu meningkatnya konsumsi global - juga ukuran lingkar pinggang.
Pria Inggris mendapat reputasi bertubuh gemuk dan turis asing yang datang ke Inggris berharap bisa "memata-matai pria Inggris gemuk legendaris yang menggumpal di jalan-jalan", kata Forth.
Para penulis masa kolonial melihat tubuh berlekuk di daerah jajahan sebagai tanda kelemahan moral saat lingkar pinggang membesar pula di negara-negara penjajah. - Getty Images