Kolonialisme dan Body Shaming, Apa Hubungannya?
Jauh sebelum iklan pakaian memuja-muja tipe tubuh kurus, fobia terhadap berat badan sudah menjadi ciri dari pemikiran kolonial.
Kolonialisme bersandar pada berbagai ide untuk membenarkan dominasi mereka terhadap bangsa lain, dan salah satunya adalah mitos mengenai orang gemuk dan ras yang dipandang lebih rendah.
Sabrina Strings, asisten profesor bidang sosiologi di University of California, Irvine, dan penulis "Fearing the Black Body: The Racial Origins of Fat Phobia" mengatakan penulis, jurnalis dan komentator di masa kolonial mengidentikkan tubuh gemuk di daerah jajahan dengan keliaran, kemalasan dan kelemahan.
Ganjilnya, tubuh gemuk di masyarakat Barat dipandang dengan lebih ramah.
Montok dan cantik
Ketika Strings memulai penyelidikannya, ia membayangkan bahwa tubuh montok baru mulai tidak disukai di Eropa dan Amerika abad ke-20, sesudah mereka tak lagi memuja ikon Hollywood seperti Marilyn Monroe yang tergolong montok.
Marilyn Monroe, salah satu simbol seks paling terkenal abad ke-20th, digambarkan bertubuh montok - Getty Images
Namun Strings kaget menemukan bukti bahwa kesukaan terhadap tubuh kurus dimulai lebih awal lagi.
"Di awal abad ke-20, majalah seperti Cosmopolitan menyebutkan pentingnya bagi perempuan untuk memelihara apa yang mereka sebut sebagai kesederhanaan di meja," katanya kepada BBC.
Majalah itu mendorong perempuan untuk mengurangi makan "tak hanya karena itu mencerminkan diri seorang Anglo-Saxon Protestan yang baik, tapi juga karena itu bukti dari superioritas ras," katanya.