UU Anti-Hoax di Asia Tenggara Ciptakan Rezim Digital yang Otoriter
- dw
Kebijakan itu menunjukkan "upaya pemerintah untuk membatasi kebebasan online dengan mengontrol konten buatan netizen," kata Pradichit. Adapun Robertson menilai Pusat Penanggulangan Kabar Palsu milik Thailand "hanya akan memperkuat institusionalisasi sensor internet berdasarkan definisi yang buram dan dibuat untuk membungkan kritik terhadap pemerintah."
Ancaman bagi Kebebasan Berpendapat
Aktivis kebebasan mendesak pemerintahan di Asia Tenggara untuk menggunakan undang-undang anti kabar hoaks secara proporsional. Kabar palsu "tidak seharusnya hanya dilihat sebagai ancaman terhadap 'keamanan nasional', tetapi juga ancaman terhadap keamanan individu dan Hak Asasi Manusia," kata Pradichit.
Satu-satunya harapan bagi kebebasan berpendapat adalah meningkatkan tingkat literasi digital masyarakat untuk melindungi netizen dari presekusi. "Kami harap pusat verifikasi informasi yang baru di Thailand dijalankan dengan transparansi dan imparsialitas yang tinggi," kata Jeff Paine, Direktur Asia Internet Coalition.
Satu-satunya negara Asia Tenggara yang mencatat kabar positif hanya Malaysia yang mencabut UU Anti Kabar Hoaks yang disahkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak
Indonesia Menimbang RUU KKS
Indonesia sempat nyaris mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang disusun dalam rapat cepat oleh DPR periode 2014-2019 September lalu. Salah satu yang mengkhawatirkan dari RUU KKS adalah narasi pertahanan kedaulatan negara di ruang siber yang dinilai berpotensi disalahgunakan.