UU Anti-Hoax di Asia Tenggara Ciptakan Rezim Digital yang Otoriter
- dw
Adapun Kamboja sudah lebih dulu. Sejak Mei 2018 pemerintah di Phnom Penh menyelidiki situs internet yang diklaim menyebarkan kabar hoaks menjelang pemilihan umum silam yang dimenangkan Perdana Menteri Hun Sen.
Sebab itu Phil Robertson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch, menilai masalah seputar kabar hoaks sengaja "dibesar-besarkan menjadi hantu abad ke-21 yang harus ditakuti oleh semua orang."
Menurutnya dalih memerangi hoaks "menjadi standar baru untuk menyensor segala sesuatu yang tidak disukai pemerintah di internet."
UU tersebut memberikan legitimasi kepada pemerintah untuk mendikte nilai kebenaran pada sebuah informasi.
Kekhawatiran di Thailand
Pemerintah Thailand sempat diterjang tudingan miring, yakni menggunakan kabar hoaks untuk mendiskreditkan musuh politik lewat tuduhan penyebaran informasi palsu. Ironisnya Bangkok berniat membuka Pusat Penanggulangan Kabar Palsu di media sosial pada 1 November mendatang.
Hal ini mengundang kekhawatiran organisasi HAM yang memprediksi lembaga baru itu akan semakin membatasi kebebasan berpendapat yang sudah babak belur sejak kudeta 2014 silam. "Thailand sangat jelas meniru kebijakan pemberangusan hak ala Singapura jika berkaitan dengan hoaks," kata Robertson.