Model Kebijakan Pemerintah Jadi Penentu Target Pertumbuhan Ekonomi
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Dalam prediksi Economy Outlook 2020 mendatang, sejumlah pihak menilai tahun depan merupakan saat, di mana akan terjadi banyak gejolak perekonomian global, yang akan membawa dampak bagi perekonomian nasional.
Ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengakui, di tengah kondisi semacam itu, banyak yang menanyakan kepadanya apakah target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang diusung pemerintah realistis. Sedangkan prediksi World Bank, hanya sekitar lima persen ke bawah.
"Realistis atau tidak itu bukan dari angkanya. Tetapi, kita bandingkan target dengan upaya apa yang dilakukan untuk mencapainya," kata Piter di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat 18 Oktober 2019.
Piter menjelaskan, target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen milik pemerintah itu, sebenarnya akan sangat bergantung pada kebijakan-kebijakan apa yang akan diambil dan dilakukan pemerintah di tengah kondisi perlambatan ekonomi global.
Dia memastikan, apabila pemerintah benar-benar mampu menciptakan dan menjalankan sejumlah kebijakan ideal di sejumlah sektor vital, maka tak menutup kemungkinan bahwa justru target yang dicanangkan itu akan tercapai.
"Untuk baseline, menurut saya memang relatif suram. Tetapi, kalau kebijakan ideal dilakuan, pertumbuhan kita bahkan bisa lebih dari target," ujarnya.
Karenanya, Piter pun mengaku penasaran dengan format kabinet pemerintahan Jokowi di periode keduanya nanti, terutama soal pemilihan menteri-menteri yang akan menempati pos-pos ekonomi. "Jadi, kita tunggu kabinet seperti apa nanti yang dibentuk setelah pelantikan. Apakah bisa mencapai prediksi optimis?" kata Piter.
Dia pun menekankan, dengan kondisi di mana sektor perdagangan khususnya ekspor masih menjadi salah satu ujung tombak indikator perekonomian nasional, sementara harga-harga sejumlah komoditas di pasar global juga semakin turun, maka pemerintah harus memikirkan cara terbaik untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di 2020 tersebut.
"Kondisi global berdampak pada volume perdagangan, dan harga komoditas turun. Bagi Indonesia, ini pengaruhnya besar," kata Piter.
"Karena, struktur ekspor kita masih tergantung pada komoditas, dan sektor industri kita belum kuat untuk bisa memanfaatkan peluang-peluang akibat perang dagang," tambahnya.