Restrukturisasi Utang TubanPetro, Pemerintah Target Hemat Devisa Rp5 T
- uic.co.id
VIVA – PT Tuban Petrochemical Industries atau TubanPetro, sejak dilakukan restrukturisasi utang oleh pemerintah pada 23 September 2019, mampu berproduksi optimal, sehingga diperkirakan sudah mulai bisa menghasilkan dividen bagi pemerintah dalam waktu dekat.
Restrukturisasi tersebut, sebelumnya dilakukan dengan cara konversi atas piutang TubanPetro terhadap pemerintah berupa pokok Multi Years Bond sebesar Rp2.62 triliun menjadi saham pada Tuban Petra. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2019.
"Dengan konferensi itu, kepemilikan pemerintah meningkat dari 70 persen jadi 95,9 persen. Jadi, hampir 96 persen. Jadi, pemerintah menjadi major share holder," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatawarta di kantornya, Jumat, 18 Oktober 2019.
Isa mengatakan, setelah upaya tersebut, pemerintah telah merancang perluasan kapasitas produksi TubanPetro dari yang pada 2017, hanya 180 ribu metrik ton polipropina menjadi 300 ribu metrik ton tahun ini. Kemampuan tersebut, diharapkan juga bisa mengurangi impor petrokimia Indonesia yang menjadi penyumbang defisit perdagangan dan transaksi berjalan selama ini.
"Nah, setelah kita konversi, struktur keuangan bagus, dia punya kesempatan bicara ke investor lain untuk cari modal kerja. Jadi, kita bereskan struktur keuangannya, sehingga bisa operasi lebih sehat dan punya kemampuan generate pendanaan," tegasnya.
Dia juga mengatakan, optimalisasi aset TubanPetro dalam jangka panjang, diprediksi dapat menghemat devisa hingga US$6,6 miliar pada 2030, atau Rp5 triliun per tahunnya. Di samping itu, pengembangan tersebut juga dapat mempekerjakan sekitar 14.500 orang baru dan negara akan mendapat dividen.
"Selain selesaikan soal utang dan menguatkan perusahaan, kita insya Alalh bangun sektor industri yang juga bisa kurangi defisit. Kita juga punya harapan dari TubanPetro nanti dalam waktu dekat bisa menghasilkan dividen dan bayar pajak," tegasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, industri petrokimia menyumbang impor US$20 miliar atau Rp282,88 triliun setiap tahunnya. Besaran itu menyumbang 30 persen dari total impor secara keseluruhan.