UMP Naik 8,51 Persen Mulai 1 Januari 2020
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Pemerintah menetapkan kenaikan Upah Minimum Pekerja atau UMP naik 8,51 persen mulai 1 Januari 2020. Hal itu ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri kepada Gubernur seluruh Indonesia Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 yang ditandatangani 15 Oktober 2019.
Dalam surat itu, disebutkan bahwa perhitungan upah minimum 2020 bersumber dari data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019, inflasi nasional sebesar 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen.
"Dengan demikian, kenaikan UMP dan/atau UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) tahun 2020 berdasarkan data lnflasi Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional yaitu 8,51 persen," seperti diikuti dari surat tersebut, Kamis, 17 Oktober 2019.
UMP 2020 ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing Gubemur secara serentak pada 1 November 2019 sedangkan UMK 2020 ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada 21 November 2019. Gubernur dapat menetapkan UMK untuk Kabupaten/Kota yang mampu membayar upah minimum lebih tinggi dari UMP.
"Berdasarkan Pasal 63 PP No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, bagi daerah yang upah minimumnya pada tahun 2015 masih dibawah nilai kebutuhan hidup layak (KHL) wajib menyesuaikan upah minimumnya sama dengan KHL paling lambat pada penetapan upah minimum tahun 2020," ungkapnya.
Surat edaran tersebut menyebutkan terdapat tujuh provinsi yang harus menyesuaikan UMP sama dengan KHL, yaitu provinsi Kalimantan Tengah, Papua Barat, Gorontalo, Maluku, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Bila upah tersebut tidak sesuaikan akan ada sanksi.
Dalam pasal 68 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diatur bahwa Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubemur atau Wakil Gubemur serta oleh Gubemur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Bupati atau Wakil Bupati atau Wali kota atau Wakil Wali kota.
Dalam hal teguran tertulis telah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama tiga bulan.Â
Selanjutnya apabila kepala daerah atau wakil kepala daerah telah selesai menjalani pemberhentian sementara, tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, diberhentikan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 juga diatur bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah yang tidak mentaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diberhentikan sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah sesuai ketentuan pasal 78 ayat (2), pasal 80 dan pasal 81. (ren)