Cegah Gesekan di Ibu Kota Baru, Pekerjaan Suku Dayak Wajib Dibenahi
- Kementerian PUPR
VIVA – Tokoh Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional, Dolvina Damus mengatakan bahwa masyarakat Suku Dayak merupakan minoritas di wilayah Ibu Kota Negara baru. Sebaran penduduknya hanya berada di pedalaman, pinggiran dan perbatasan.
Dolvina menjelaskan, khusus di Kalimantan Timur, hanya 10 persen orang yang mengakui suku bangsa dayak. Posisi mereka dalam struktur mata pencaharian penduduk juga dikatakan hanya sebagai petani ladang, petani sawah dan perkebunan.
Sementara itu, suku bangsa lain yang menempati wilayah Kalimantan Timur, lanjut dia, seperti warga Suku Banjar dan Suku Kutai menguasai perdagangan, Warga Suku Bugis di sektor perdagangan antar pulau dan transportasi, dan Suku Jawa dominan sebagai pegawai negeri dan swasta. Â
"Pada posisi ini, dalam kesenjangan posisi ini rentan menimbulkan kecemburuan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, dan ini yang harus diantisipasi," kata dia di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2019.
Terkait dengan posisi minoritas Suku Dayak tersebut, Dolvina menilai dalam pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Negara dapat diberikan kebijakan khusus kepada suku bangsa Dayak, khususnya dalam hal ketenagakerjaan supaya tidak menciptakan kecemburuan sosial bagi Suku Dayak yang merupakan warga pribumi wilayah tersebut.
Selain itu, lanjut dia, yang terpenting bagaimana kebijakan berikutnya tidak lagi mencederai lagi suku dayak seperti kebijakan sebelumnya, yakni dari 1970 ada pemindahan penduduk yang menciderai masyarakat Dayak, menarik suku Dayak dari kampung adat tanpa perlindungan.
"Kemudian kebijakan transmigrasi yang menjadikan warga transmigran jadi tuan rumah di tanah Dayak sehingga Dayak menjadi tamu di rumah sendiri. Dengan harapan pembangunan IKN mampu memberikan nilai ekologi, sosial, budaya sehingga masyarakat Dayak mampu berperan maksimal dalam pembangunan dan pemindahan IKN," tambahnya.