UEA Pakai SWF Investasi di Ibu Kota Baru, Begini Skemanya
- Kementerian PUPR
VIVA – Uni Emirat Arab menjadi salah satu investor asing yang akan berinvestasi di Ibu Kota baru. Dalam waktu dekat pihak Pemerintah akan bertemu untuk melakukan pembahasan lebih lanjut soal skema investasi yang akan digunakan.
Pemerintah diketahui membutuhkan dana sekitar Rp466 triliun untuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Namun, hanya 19 persen pendanaan yang berasal dari APBN.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, skema kerja sama untuk investasi di ibu kota baru dengan UEA nanti adalah menggunakan Sovereign Wealth Fund (SWF). Pihak UEA, pekan depan akan bertemu terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan tim Pemerintah.
"Kita godok nanti SWF-nya ini, kemarin presiden sudah kasih arahan. Nanti Bu Ani (Sri Mulyani), besok, Minggu depan itu akan datang timnya (UEA) kemari, nanti ketemu dengan tim kami. Kemudian ketemu dengan Bu Ani, nanti kita finalisasi, Bu Ani nanti juga akan ke Abu Dhabi untuk finalisasi," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat malam 4 Oktober 2019.
Pemerintah, lanjut Luhut berharap skema kerja sama investasi di Ibu Kota baru dengan UEA ini segera rampung. Sehingga pada tanggal 13 Januari 2020, saat Presiden Jokowi berkunjung ke Uni Emirat Arab, skema ini sudah berjalan.
"Kalau itu jadi maka itu seperti private Equity nya Pemerintah. Jadi Pemerintah chip in nanti, mungkin brownfield project yang sudah ada, mereka taruh uang," ujarnya.
Dia menuturkan, melalui skema mengumpulkan dana melalui SWF juga terbuka dengan investor asing lainnya. Pihak Amerika Serikat, lanjut dia juga bisa menaruh investasinya melalui SWF tersebut.
"Nanti bisa jadi juga Amerika juga taruh duit sehingga itu nanti bisa seperti equity bisa juga seperti cadangan nasional. bisa juga nanti untuk membangun ibu kota. Jadi infrastruktur project kan banyak yang mau masuk," kata dia.
Dengan begitu, lanjut Luhut, pembangunan ibu kota baru akan banyak sekali mengurangi APBN Indonesia. Selain itu, proses pembangunan ibu kota juga akan lebih cepat.
"Jadi yang jelas itu sekarang Indonesia dan Uni Emirat Arab dulu. tapi United Emirat Arab dan Amerika juga tidak keberatan untuk masuk di sana," jelas dia.