Kenaikan Tarif Cukai Rokok Bisa Picu PHK Massal, Ini Penjelasannya
VIVA – Pemerintah memutuskan mulai 1 Januari 2020, tarif cukai rokok akan naik sebesar 23 persen. Dengan kenaikan tersebut, pemerintah pun menetapkan mengatur harga jual eceran (HJE) rokok, kenaikannya ditetapkan sebesar 35 persen.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku khawatir kenaikan itu akan berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Terutama untuk segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya.
Keresahan tersebut pun sudah disampaikan Andi Gani saat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Senin, 30 September lalu.
"Kami mendesak Menteri Keuangan tidak membuat gaduh dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan industri dan buruh," tegas pimpinan buruh se-ASEAN ini kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.Â
Lebih lanjut dia meminta, kenaikan tarif cukai rokok buatan tangan tidak melebihi dari kenaikan cukai rokok buatan mesin. Terutama untuk golongan SKT yang menyerap tenaga kerja paling besar.
Andi pun mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Pertimbangannya, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.
"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi SPM dan SKM nanti jadi naik," jelasnya.
Menurutnya, penggabungan itu menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau. Khususnya melindungi pabrikan rokok kecil untuk bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing.Â