Mohammed bin Salman: Modernisasi Arab Saudi dan Soal Kasus Khashoggi
- bbc
Tindakan itu seharusnya menjadi intervensi militer yang singkat dan tegas terhadap pasukan pemberontak yang dipersenjatai dengan senjata era Soviet.
Sebaliknya, hal itu justru berubah menjadi rawa yang mengorbankan darah pasukan Saudi sekaligus kekayaan negara, yang juga menghancurkan Yaman.
Perang Yaman di Sana`a. - EPA
Koalisi yang dipimpin Arab Saudi hanya membuat sedikit kemajuan di medan perang. Hampir lima tahun berjalan, Yaman hancur, dengan ribuan warganya tewas. Malnutrisi, kolera dan penyakit banyak diderita masyarakat, sementara sekitar 20 juta orang, sekitar dua pertiga populasi Yaman, memerlukan bantuan.
Tetapi di negerinya sendiri, permulaan perang melambungkan popularitas nama MBS. Ia tidak memiliki latar belakang militer apapun namun televisi Saudi menampilkan "pangeran prajurit" yang bertindak tegas untuk kepentingan negaranya.
Negara-negara Barat pada awalnya sangat mendukung. AS menyediakan bantuan intelijen dan pengisian bahan bakar, demikian juga berbagai perangkat keras. Sementara Inggris menyediakan kebutuhan logistik dan teknis, sekaligus masukan kepada pasukan bersenjata Saudi tentang peralatan yang dibeli mereka dari BAE Systems.
Dua pemimpin skuadron RAF ditempatkan di dalam Pusat Operasi Koalisi Udara di Riyadh untuk memantau prosedur penargetan Saudi, meskipun Kementerian Pertahanan bersikeras bahwa mereka tidak memilih target.
Ternyata, prosedur penargetan Angkatan Udara Kerajaan Saudi sudah sering cacat.
Rumah sakit, pemakaman, permukiman dan bus-bus sekolah ikut hancur berkeping-keping, di samping target-target serangan militer yang seharusnya. PBB memperkirakan sebagian besar korban sipil di Yaman disebabkan oleh serangan udara pimpinan Arab Saudi. Mereka dituduh menggunakan bom klaster di kawasan penduduk.
Kelompok Houthi pun dituduh melakukan kejahatan perang, karena telah meletakkan ranjau tanpa pandang bulu, mempekerjakan tentara anak, menembaki rumah-rumah dan menahan bantuan.
Hingga September 2019, menurut pemerintah Saudi, kelompok Houthi telah menembakkan lebih dari 260 rudak balistik dan 50 drone peledak melintasi perbatasan. Namun semua itu dikerdilkan oleh superioritas angkatan udara yang luar biasa dari koalisi yang dipimpin Saudi.
Dipimpin kelompok-kelompok pegiat HAM seperti Amnesty International, telah muncul kekhawatiran yang terus berkembang dari dunia Barat atas korban di Yaman.
Dalam kurun waktu lima tahun, Yaman mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Kekuasaan dan persepsi
Pada 20 Juni 2017, sesuatu terjadi di balik pintu berlapis emas di istana kerajaan di Mekah, yang secara efektif mengubah arah sejarah Arab Saudi.
Putra mahkota kala itu, Mohammed bin Nayef, dipanggil oleh raja dan diperintahkan untuk menyingkir demi sepupunya yang jauh lebih muda: MBS.
Selama bertahun-tahun, Pangeran Mohammed bin Nayef yang sudah veteran merupakan orang yang dipercaya dapat melakukan berbagai tugas dengan baik dan tanpa cela.
Selama tahun 2000-an, sebagai kepala kontra-terorisme dan kemudian sebagai menteri dalam negeri, ia menjadi otak dari upaya mengalahkan pemberontakan al-Qaeda. Ia disukai dan dipercayai Amerika dan - meskipun bukan sosok yang dinamis - dianggap pilihan mantap sebagai sosok yang berada dalam garis takhta berikutnya.
Namun kabarnya ia belum benar-benar pulih dari upaya pembunuhan yang gagal terhadap dirinya tahun 2009 lalu, ketika al-Qaeda berhasil menyelundupkan seorang pengebom bunuh diri ke dalam ruangan tempatnya berada.
Raja Salman telah membuat keputusan tentang siapa yang ia inginkan untuk meneruskan suksesi dan itu adalah anak kesayangannya, MBS.
Di Arab Saudi, kekuasaan raja itu bersifat absolut - tak bisa dibantah, tak boleh dilawan. Mohammed bin Nayef sejak saat itu menghilang sepenuhnya dari mata publik.
Putra mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef berpidato di Majelis Umum PBB, 2016 lalu. Kini, dia menghilang sepenuhnya dari mata publik. - Getty Images
MBS dan ayahnya berhasil melakukan kudeta istana yang spektakuler dan tanpa pertumpahan darah.
Dengan sangat ambisius dan bertekad untuk membentuk ulang negerinya, MBS segera mempersiapkan diri untuk memperkuat kekuasaannya.
Menjelang malam pada hari Sabtu, 4 November 2017, perintah dikeluarkan untuk menangkap sekitar 200 pengaeran terkemuka, pemimpin bisnis dan lainnya. Tidak ada dakwaan, tidak ada pemenjaraan - yang ada justru mereka `ditahan` di Hotel Ritz-Carlton nan mewah, beberapa bahkan selama berbulan-bulan.
Tindakan itu disebut sebagai upaya anti-korupsi dan para "tamu" baru hotel itu diperintahkan untuk menyerahkan uang miliaran riyal - dalam dugaan penghasilan yang tidak pantas - sebagai harga yang harus dibayar untuk dibebaskan.
Namun kritikus MBS berpendapat bahwa hal itu bukan tentang korupsi. Alih-alih, itu merupakan permainan kekuasaan terbuka untuk menetralisir siapa pun yang mungkin akan menentangnya.
Pada saat yang sama, MBS bergerak melawan para pangeran senior dari cabang keluarga mendiang Raja Abdullah. Sejak itu ia menguasai ketiga elemen barisan pertahanan dan keamanan negaranya: Garda Nasional, Kementerian Dalam Negeri serta Militer. Kekuasaan MBS tampak absolut.
Penangkapan Ritz-Carlton menyebabkan gelombang keterkejutan di dunia usaha dan mengguncang investor asing. Bagaimana mungkin orang bisa tahu siapa yang aman untuk diajak berbisnis? Siapa selanjutnya?
Namun bagi banyak orang Saudi, langkah itu dipuji. Negara itu memang produsen minyak terbesar di dunia, tapi sejumlah besar penduduknya masih hidup dalam kemiskinan, terutama mereka yang tinggal di sisi selatan negeri.
`Pemandangan` betapa banyaknya pedagang dan pangeran yang sebelumnya tidak pernah `tersentuh` kemudian `diguncang`, membuat MBS mendapatkan lebih banyak dukungan di negerinya.
Faktor kunci lain yang membuat popularitas dalam negerinya baik adalah upayanya untuk mentransformasi perekonomian Saudi dengan cara mendiversifikasi bisnis jauh dari industri minyak, dan mengubah negaranya menjadi pusat investasi dan menyediakan lapangan kerja yang berarti bagi jutaan pemuda Saudi yang sulit mendapat pekerjaan.
Rencana Visi 2030 adalah rencana yang ambisius, yang membayangkan bahwa di masa depan yang tidak terlalu jauh, Arab Saudi menjadi pusat dunia yang menghubungkan Eropa, Asia dan Afrika.
Rencana itu termasuk alokasi dana sebesar AS$64 miliar (Rp908 triliun) untuk mengembangkan industri hiburan dan bertujuan untuk menciptakan sejuta pekerjaan baru di industri pariwisata dalam negeri.
Namun dalam hal ini, pembunuhan Khashoggi juga membayangi. Beberapa - jika bukan semua - investor asing telah mengurangi atau bahkan membatalkan minat mereka untuk mendukung rencana sang putra mahkota, karena khawatir dikaitkan dengan sosok yang masih berada dalam kecurigaan dunia internasional atas dugaan keterlibatannya dengan kasus pembunuhan tersebut.
Namun Visi 2030 tetap berlanjut, termasuk proyek futuristik dan luar biasa bernama NEOM - singkatan dari Neo-Mustaqbal alias Masa Depan yang Baru.