Logo ABC

Manuver Benny Wenda Melobi di Sidang Majelis Umum PBB

Menlu Australia Senator Marice Payne bersama Menlu RI Retno Marsudi dalam salah satu sesi di Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini.
Menlu Australia Senator Marice Payne bersama Menlu RI Retno Marsudi dalam salah satu sesi di Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini.
Sumber :
  • abc

Benny Wenda, pemimpin sayap politik Gerakan Papua Merdeka ULMWP, ternyata turut menghadiri Sidang Majelis Umum PBB yang berlangsung pekan ini di New York. Dia sibuk melobi agar komisioner HAM PBB dapat berkunjung ke Papua.

Situasi Papua di Sidang PBB Benny Wenda berada di New York melobi PBB agar mengirimkan penyelidik ke Papua. Australia meminta semua pihak untuk menahan diri agar situasi tidak memanas. Polisi Indonesia mengatakan 32 orang sejauh ini tewas dalam kerusuhan di Wamena

Sementara itu pemerintah Australia menyatakan prihatin dengan kerusuhan yang terjadi dan akan terus memantau situasi.

Pemerintah Indonesia telah menuduh Benny Wenda berada di balik kerusuhan di Propinsi Papua dan Papua Barat yang meletus sejak Agustus lalu hingga saat ini.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengisyaratkan bahwa rangkaian kerusuhan ini terkait dengan momentum pertemuan tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa serta Sidang Majelis Umum PBB di New York.

Namun tuduhan itu telah dibantah, baik oleh Benny Wenda maupun oleh Sebby Sambom, jurubicara West Papua National Liberation Army, sayap militer Gerakan Papua Merdeka.

benny wenda.jpg Benny Wenda, pemimpin United Liberation Movement for West Papua, sayap politik Gerakan Papua Merdeka, diwawancarai TV SBS Australia di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini.

SBS News

Dalam wawancara dengan stasiun TV SBS Australia, Benny Wenda mengaku sedang berada di New York untuk mengupayakan jalan bagi kunjungan Komisioner HAM PBB ke tanah airnya, Papua.

"Pesan saya ke masyarakat internasional, kami sangat membutuhkan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk masuk ke Papua," ujarnya.

Hal itu, katanya, didorong oleh pertimbangan krisis kemanusiaan yang kini terjadi di sana.

Laporan resmi versi Pemerintah RI mengenai kerusuhan terbaru di Wamena menyebutkan lebih dari 32 orang tewas, kebanyakan warga pendatang.

"Total sudah 32 korban tewas sampai malam ini. Yang ditemukan hari ini terbakar, ditemukan di puing-puing rumah," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Candra Dianto, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (25/9/2019) malam.

Dikatakan bahwa sebagian besar korban itu ditemukan dalam keadaan hangus terbakar, serta apa pula yang terkena sabetan benda tajam, panah, dan benda tumpul.

Minta dukungan Australia

Semakin meningkatnya kekerasan dan jumlah korban tewas di Papua mendorong kelompok separatis untuk meminta bantuan masyarakat internasional termasuk Australia.

Menurut Benny Wenda, aksi di Wamena dan Jayapura tadinya berlangsung damai namun aparat keamanan Indonesia menindaknya secara keras sehingga menimbulkan pertumpahan darah.

"Kejadian ini sangat mengkhawatirkan dari segi kemanusiaan. Mereka ini siswa SMA di Wamena, mereka masih anak-anak," katanya.

Kepada SBS, Benny meminta Australia untuk mendukung intervensi internasional dalam menyelidiki situasi yang terjadi di lapangan.

"Saya mendesak Pemerintah Australia agar bertindak cepat. Kita tidak ingin mengulangi sejarah yang sama dengan yang terjadi di Timor Timur," ucapnya.

mural sydney.jpg Mural Papua Merdeka di salah satu daerah di Sydney.

Istimewa

Sementara itu saat konferensi pers di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, PM Scott Morrison dan Menlu Marise Payne dimintai tanggapan soal kerusuhan terbaru di Papua.

Namun, PM Morrison mengalihkan pertanyaan itu ke Menlu Payne yang meminta semua pihak untuk "menahan diri" agar tidak menambah panas situasi.

"Kami tentu saja sangat prihatin dengan laporan mengenai kekerasa di Papua dan Papua Barat," ucap Menlu Payne.

"Hal ini merupakan permasalahan yang terus dipantau oleh perwakilan kami di Jakarta bersama pihak berwenang di sana," katanya.

"Kami meminta kedua pihak yang terlibat untuk menahan diri," tambahnya.

wamena.jpg Kerusuhan terbaru yang terjadi di Wamena bertepatan dengan digelarnya Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

Jubi.co.id: Istimewa

Sejak tahun lalu, aparat keamanan Indonesia semakin sering terlibat konflik bersenjata dengan Tentara Pembebasan Papua (WPNLA) yang melakukan serangan gerilya terutama di wilayah dataran tinggi.

Upaya Indonesia untuk menutupi situasi yang terjadi kini semakin sulit dengan maraknya penggunaan media sosial di kalangan masyarakat Papua.

Pembatasan akses jurnalis, terutama dari organisasi media internasional, ke Papua selama ini, dinilai tidak bisa lagi menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Hal itu disampaikan oleh Camellia Webb-Gannon, koordinator West Papua Project pada University of Wollongong, Australia.

Menurut dia, keberadaan medsos telah membantu menyebarluaskan fakta-fakta yang terjadi di Papua.

"Yang berubah dalam kasus Papua saat ini (dibandingkan kasus-kasus sebelumnya) yaitu kehadiran medsos dan meluasnya jaringan internasional Papua," jelas Webb-Gannong kepada SBS.

Kerusuhan Papua yang terus berlanjut serta isu pelanggaran HAM diperkirakan juga akan diangkat sebagai isu oleh sejumlah pemimpin negara-negara Pasifik dalam forum PBB pekan ini.