DPR Amerika Serikat Resmi Buka Penyelidikan Pemakzulan Presiden Trump
- Twitter.com/@realDonaldTrump
VIVA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, Nancy Pelosi, mengumumkan pembukaan penyelidikan resmi terhadap pemakzulan Presiden Donald Trump. Trump disebut telah mengkhianati sumpah jabatannya, dengan mencari bantuan dari pihak asing untuk melawan saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden.
Langkah dramatis ini mendorong politik Amerika Serikat ke babak baru yang berbahaya, 14 bulan menjelang pemilihan umum presiden dan kongres.
"Tindakan presiden Trump mengungkapkan fakta-fakta yang tidak terhormat merupakan pengkhianatan presiden atas sumpah jabatannya, pengkhianatan terhadap keamanan nasional dan pengkhianatan terhadap integritas pemilu kita," kata Pelosi dalam konferensi pers.
"Karena itu, hari ini saya mengumumkan Dewan Perwakilan Rakyat bergerak maju untuk penyelidikan pemakzulan secara resmi," ujarnya seperti dikutip Channel News Asia, Rabu, 25 September 2019.
Sebelumnya, Pelosi dan para pemimpin Partai Demokrat lainnya menolak mengambil langkah selama berbulan-bulan terakhir dan lebih memilih untuk berfokus pada pertarungan pemilu yang akan datang.
Tetapi munculnya dugaan terbaru bahwa Trump menawarkan bantuan kepada Ukraina, sebagai imbalan atas bantuan untuk 'merusak' Joe Biden sebagai kandidat terdepan Demokrat di Gedung Putih, membuat DPR Amerika Serikat mulai bergerak.
"Presiden harus dimintai pertanggungjawaban. Tidak ada yang bisa melawan hukum," kata Pelosi.
Dorongan pemakzulan terjadi setelah adanya skandal yang menyebut bahwa Trump berupaya menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, untuk membuka penyelidikan korupsi atas Biden dan putranya, Hunter, yang telah melakukan bisnis di negara Eropa Timur.
Hal ini juga terungkap lewat panggilan telepon antara Trump dengan Zelensky pada 25 Juli lalu. Namun, Trump menegaskan bahwa ia akan merilis transkrip panggilan tersebut.
"Kamu akan melihat itu adalah panggilan yang sangat ramah dan sangat tepat. Tidak ada tekanan dan tidak tentang Joe Biden dan putranya," ujar Trump.