Kerugian Ekonomi akibat Migrain Bikin Singapura Sakit Kepala
- dw
Orang yang menderita sakit kepala kronis ini juga kehilangan rata-rata 9,8 hari kerja dalam satu tahun. Sementara bagi mereka yang memutuskan untuk terus bekerja, gejala ini sangat mengurangi kemampuan untuk menyelesaikan tugas, ini berarti hilangnya produktivitas kerja sebanyak 7,4 hari dalam setahun.
Migrain berkembang melalui beberapa tahap. Gejalanya termasuk sembelit, lekas marah dan gangguan visual, sebelum benar-benar mengalami sakit kepala.
Gejala ini berlangsung antara empat hingga 72 jam, sebagian besar mempengaruhi mereka yang berada pada kelompok usia 30 hingga 40 tahun. Migrain juga lebih sering terjadi pada perempuan dewasa ketimbang laki-laki karena adanya faktor perubahan hormon.
Lebih dari 600 pekerja penuh waktu Singapura yang menderita migrain disurvei secara online untuk penelitian dengan judul Beban Ekonomi Akibat Migrain Di Singapura, yang dilakukan oleh Duke-NUS Medical School dan perusahaan farmasi Novartis.
Jumlah penderita terus bertambah
Para responden rata-rata berusia 38 tahun, kebanyakan berlatar belakang etnis Cina, berstatus menikah dan setidaknya berpendidikan tinggi. Sebagian besar berada di posisi manajerial (60 persen), dan sisanya di pekerjaan administrasi, dengan keterampilan menengah, maupun wiraswasta.
Para peneliti menemukan bahwa mereka yang mengalami migrain pada empat hingga 14 hari setiap bulan menyebabkan kerugian hingga sebesar 14.860 dolar Singapura atau sebesar Rp 151 juta per kapita per tahun. Sedangkan mereka yang menderita migrain hanya dalam tiga hari atau lebih sedikit setiap bulannya, menyebabkan kerugian sebesar 5.040 dolar Singapura (Rp 51,4 juta) per kapita pada 2018.
Dr Jonathan Ong dari National University Hospital (NUH) mengatakan ada sekitar 100 pasien baru datang setiap bulannya ke klinik untuk gangguan sakit kepala di sejumlah rumah sakit dan Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong. Jumlah ini meningkat sekitar 10 persen setiap tahun.
"Tidak mengherankan karena kita hidup dalam lingkungan yang semakin penuh tekanan, sebagai negara Asia - kita sangat berorientasi pada pekerjaan, berorientasi pada tujuan, menghabiskan waktu berjam-jam di tempat kerja, dan stres adalah pemicu utama migrain," katanya.