Bisnis Digital Menggiurkan, tapi Waspadai Risikonya

Ilustrasi Fintech
Sumber :

VIVA – Bisnis berbasis digital tengah menjadi tren baru di Indonesia di saat makin membaiknya infrastruktur teknologi komunikasi. Banyak perusahaan rintisan atau startup yang bermunculan dalam beberapa tahun terakhir ramai-ramai berkecimpung di bisnis digital, termasuk di sektor teknologi finansial atau fintech

Apa Itu Bisnis Digital? Panduan Lengkap untuk Memulai dan Sukses

Walau punya prospek cerah, bukan berarti bisnis digital bebas risiko. Justru risiko yang kian besar harus dihadapi para pebisnis ini agar bisa berkembang, dan bukannya malah terjerumus ke jurang kegagalan. Maka perlu perubahan mindset ataupun format terkait edukasi mengenai bisnis digital ini di sekolah-sekolah tinggi di Indonesia.  

Ini yang diwanti-wanti oleh kalangan pakar maupun pemerhati bisnis digital. Salah satunya seperti yang disampaikan oleh Agus Sartono, pejabat senior di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, saat menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Bisnis Digital: Tren dan Perubahan Lanskap Keuangan” di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Kamis 19 September 2019.  

PBB Dorong Anak Muda Kembangkan Bisnis Melalui Teknologi

Dalam paparan ilmiah setebal 55 halaman itu, Agus menyadari betul perubahan lingkungan bisnis akhir-akhir ini, yang diwarnai dengan munculnya berbagai perusahaan rintisan yang memanfaatkan teknologi untuk menunjang bisnisnya.      

Perusahaan startup ini rata-rata diketahui berumur masih sangat muda, tetapi punya valuasi bisnis bernilai jutaan hingga miliran dolar. “Bisnis digital merupakan tren di kalangan masyarakat, namun terdapat risiko yang tidak disadari oleh masyarakat dan juga investor, terutama terkait dengan penilaian perusahaan semacam ini. Konsep penilaian bisnis yang diajarkan di sekolah bisnis nampaknya perlu dikaji lagi, apakah masih sesuai dan dapat diterapkan untuk menilai perusahaan-perusahaan teknologi?” ujar Agus dalam orasinya. 

Jurusan Kuliah yang Menjanjikan Gaji Tinggi, Tapi Sepi Peminat

Deputi bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama di Kemenko PMK itu juga menekankan perlunya kewaspadaan baik imbas maupun risiko yang akan dialami seiring bertumbuhnya aneka model bisnis digital. 

“Akses kemudahan permodalan atau pinjaman dari perusahaan Fintech misalnya, tentu dapat mengancam keuntungan yang diperoleh dari layanan perbankan konvensional, baik sebagai layanan jasa perbankan maupun kredit. Masyarakat juga perlu diedukasi bahwa kemudahan pinjaman itu tidak dipergunakan utk konsumsi tetapi untuk kebutuhan usaha misalnya,” papar Agus.

Dari observasinya selama ini, dia mengidentifikasi beberapa faktor kunci para start up bisnis digital bisa bertahan. “Pelajaran dari perusahaan rintisan yang mampu bertahan dan menguntungkan adalah dengan adanya inovasi yang mampu mengubah peta persaingan, menciptakan segmen pasar baru, menciptakan produk yang tidak pernah ada sebelumnya, dan menciptakan  proses yang sama sekali baru dan lebih efisien,” kata Agus.

Dia juga mengingatkan bahwa begiu banyak bisnis digital yang bahkan belum membukukan laba, tetapi nilai perusahaannya sangat tinggi. Agus juga mengingatkan potensi bubble fintech, terlebih yang sudah menjadi unicorn ataupun decacorn. Jika angle investor justru didominasi oleh asing, maka bisa jadi dengan mudah repatriasi laba keluar negeri dan berdampak buruk terhadap neraca pembayaran. 

Hal lain yang perlu diantisipasi adalah bahwa angle investor dapat dengan mudah keluar dari bisnis digital. Menurut dia, apabila bisnis digital tersebut menyangkut user atau masyarakat luas, maka dampak negatif akan sangat besar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya