Pajak Progresif Pertanahan Dihapuskan, Ini Keuntungannya
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Indonesia Property Watch mengkritik terhadap rencana penerapan pajak progresif pertanahan. Sebab, adanya pajak tersebut justru akan memberatkan konsumen properti.
“Pajak tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen, yang menyebabkan harga properti semakin tinggi lagi,” kata CEO IPW, Ali Tranghanda.
Selain itu, Ali menambahkan, harus dipisahkan tanah yang dianggap terbengkalai atau produktif. “Sebagian besar land bank milik pengembang itu harusnya produktif dan tidak perlu ada beban pajak tambahan apalagi progresif,” tuturnya.
Tentunya, dia melanjutkan, dengan dihapuskannya penerapan pajak progresif pertanahan oleh pemerintah akan menjadi sentimen positif bagi industri properti.
"Harga jual (produk properti) tidak akan naik terlalu tinggi, atau pergerakannya normal,” ujar Ali kepada VIVAnews, Kamis 19 September 2019.
Sebab, kata Ali, pengembang relatif tidak berencana menaikkan harga produk propertinya dan konsumen daya belinya masih terjaga.
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) berencana menghapus ketentuan pajak progresif pertanahan bagi pemilik lahan yang lebih dari satu bidang. Pajak progresif sendiri merupakan aturan bagi pemilik lahan yang memiliki lebih dari satu bidang.
Poin tentang pajak progresif inilah yang menuai protes dari dunia usaha, terutama pengusaha properti. Jika aturan tersebut diberlakukan, perhitungan pajak yang dikenakan kepada pengusaha properti akan semakin besar.
Karena itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyatakan mau menghapus aturan mengenai pajak progresif pertanahan tersebut. Menurutnya, kebijakan ini bakal ditempuh, lantaran banyak keluhan dari pengusaha properti.
“Tadi ada kekhawatiran tentang pajak progresif, itu dihilangkan istilahnya menakutkan orang,” kata Sofyan pada Rakornas Kadin Bidang Properti, di Jakarta, Rabu kemarin, 18 September 2019.
Adapun penerapan pajak progresif tersebut dimaksudkan sebagai upaya pemerintah untuk mengendalikan pemanfaatan lahan agar lebih maksimal. Sementara itu, pengembang properti menilai aturan ini justru akan menghambat usaha mereka.
Terkait rencana penghapusan pajak tersebut, lanjut Sofyan, pihaknya bakal berkoordinasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan. Nantinya, soal pajak akan diatur oleh Kementerian Keuangan lewat UU Perpajakan.
Menurut dia, meski nantinya tidak ada pajak progresif namun UU pertanahan seharusnya bisa menekan spekulasi tanah. Apalagi, saat ini pemerintah tengah mendaftarkan seluruh tanah yang ada di Indonesia.
“Spekulan dilarang sekarang, apalagi kalau spekulasi bisa dipidana dan transaksinya itu batal dengan hukum. Masalahnya, UU pertanahan tidak bisa mengatur pajak itu nanti UU pajak,” tegasnya Sofyan.