DPR: Penggabungan Produksi Sigaret Tak Pengaruhi Pabrikan Rokok Kecil

Pekerja sedang mengerjakan pelintingan rokok.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat Komisi XI menepis kabar bohong atau hoaks bahwa penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin atau SKM dengan Sigaret Putih Mesin atau SPM menjadi tiga miliar batang akan memengaruhi perusahaan kecil.

Kenaikan Tarif Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Menurut Kajian Akademisi

Sebaliknya, kebijakan penggabungan SKM dan SPM, justru akan menciptakan persaingan usaha yang adil di industri hasil tembakau.

Sebab, kebijakan ini akan membuat pabrikan besar asing akan membayar tarif cukai rokok tertinggi, sehingga produk mereka tak bersaing langsung dengan pabrikan lokal kecil yang membayar tarif cukai rokok yang lebih rendah.

Pelaku Industri Sambut Positif Batalnya Kenaikan Cukai Rokok di 2025

“Perusahaan yang benar-benar kecil tidak akan terkena dampak sama sekali, karena penggabungan produksi mereka tidak mungkin sampai pada batas skema yang ada,” kata Anggota Komisi XI DPR, Amir Uskara, dalam keterangannya, Senin 16 September 2019.

Amir menjelaskan, jika pemerintah tidak segera merealisasikan penggabungan SKM dan SPM menjadi tiga miliar batang, persoalan yang terjadi akan semakin kompleks.

Pemerintahan Prabowo Diharap Beri Kepastian soal Cukai Hasil Tembakau

Pertama, pabrikan rokok besar asing akan terus menikmati tarif cukai murah. Kedua, iklim bisnis menjadi tidak kondusif, karena pabrikan besar menghadapi pabrikan kecil. Ketiga, pabrikan rokok besar asing terus menghidari pajak (tax avoidance).

“Kami akan sangat mengapresiasi Kementerian Keuangan, terutama Bea Cukai dan BKF (Badan Kebijakan Fiskal), jika skema yang pernah disampaikan ke Komisi XI dapat direalisasikan secara utuh. Dengan demikian, perusahaan besar asing tidak bisa lagi berpura-pura sebagai perusahaan kecil dan membayar cukai rendah,”jelas Amir.

Sebelumnya, INDEF menyatakan ada ketidaksesuaian tarif cukai rokok, di mana terdapat perusahaan yang tidak ingin mencapai batas produksi SKM dan SPM tiga miliar batang. Jumlah tersebut, merupakan batas minimal produksi agar sebuah perusahaan rokok membayar tarif cukai tertinggi (golongan 1). Akibatnya, terdapat potensi kehilangan pendapatan negara mencapai Rp926 miliar.

“Betapa penting mengatur level playing field (tingkat persaingan berkeadilan) yang sehat, tanpa mengurangi pendapatan negara,” tegas Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad.

Data INDEF, bahkan menunjukkan terdapat pabrikan besar asing yang memproduksi SPM sebanyak 2,9 miliar batang atau hanya 100 ribu di bawah batas 3 miliar batang, agar mereka terhindar dari cukai tertinggi dan cukup membayar tarif golongan 2 yang nilainya jauh lebih murah.

“Dia menahan produksi, lalu gantinya dia menciptakan merek baru. Padahal, kalau ditotal jumlahnya lebih dari tiga miliar batang,” ujar Tauhid.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya