Omnibus Law untuk Kemudahan Investasi Cuma Butuh Komitmen Investor
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Pemerintah berencana menerbitkan undang-undang berbentuk Omnibus Law, untuk merevisi 72 undang-undang yang dianggap menghambat investasi. Dengan adanya aturan itu, pemerintah juga berencana menetapkan standar-standar yang menjadi acuan untuk memperoleh izin berusaha.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan, selama ini, proses perizinan berinvestasi di Indonesia masih terhambat, meski ada sistem One Single Submission (OSS). Itu karena, proses perizinannya mengacu terhadap ketentuan peraturan-peraturan yang mesti dipatuhi investor.
Namun, dengan adanya UU kemudahan berinvestasi tersebut, lanjut dia, pemerintah hanya menetapkan standar-standar keperluan berinvestasi. Standar tersebut, hanya membutuhkan komitmen dari investor untuk dipenuhi saat menjalankan usahanya di Indonesia, sehingga tak terhambat saat dalam proses perizinan.
"Dengan standar itu dibukukan, enggak tahu setebal apa nantinya, tapi kalau waktu investor ke OSS, ini dia bukunya, Anda komit melaksanakannya, komit, sudah kasih izin aja. Nanti dalam perjalanannya, kementeriannya akan memonitor dan mengawasi benar enggak dia patuhi standar itu," kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat 13 September 2019.
Dia menuturkan, dengan adanya skema pemberian izin berinvestasi tersebut, nantinya pemerintah juga membutuhkan tenaga pengawas yang profesional dan bersertifikasi, guna memonitor komitmen investor tersebut dalam memenuhi standar-standar usahanya. Itu dibutuhkan bila kementerian dan lembaga tak memiliki kemampuan sumber daya pengawas tersebut.
"Seperti katanya polisi mau mengawasi betul dan merazia yang ukur emisi kendaraan, ya harus ada bengkel yang punya sertifikasi. Dia bisa menguji dan harus teken mestinya, harus dilaporkan, apalagi bangunan, begitu juga izin lingkungan dan sebagainya," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Omnibus Law di bidang kemudahan perizinan berinvestasi tersebut dibutuhkan, lantaran banyak undang-undang di Indonesia yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi, undang-undang itu merupakan produk zaman Belanda.
"Karena, mungkin itu masih ada yang merupakan produk dari zaman Belanda, dari tahun 1980-an, atau bahkan tahun 1990-an. Di mana, mungkin UU itu sudah tidak cocok lagi, tapi masih ada," ujar Luhut.
Karenanya, Luhut memastikan bahwa dalam waktu sebulan ke depan, rancangan undang-undang yang saat ini tengah digarap Sekretariat Kabinet bersama Kemenko Perekonomian itu diharapkan bisa segera rampung.